KBR, Jakarta – Upaya penanggulangan bencana gempa yang mengguncang Nepal pada 25 April dan 12 Mei lalu, ternyata terhambat oleh lambannya pemerintah mengeluarkan keputusan. Hal tersebut dikemukakan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Gereja di Nepal, Rokaya dalam Jumpa Pers usai Sidang Raya Dewan Gereja-gereja Asia (CCA) ke-14 di Ancol, Jakarta, Rabu (27/5/2015). Menurut dia, banyaknya partai politik yang menghuni parlemen Nepal, yaitu sebanyak 33 partai, menyebabkan keputusan menerima bantuan dari luar negeri menjadi sulit untuk diambil.
“Masalahnya pemerintah Nepal tidak kuat, lemah dan banyak parpol di parelemen Karena itu tidak kerjasama baik dan memutuskan lembaga kemanusiaan tidak bisa diputuskan bikin apa,” jelas Rokaya yang dibantu oleh Pdt. Gomar Gultom untuk mengartikannya dalam Bahasa Indonesia.
Selain itu, Rokaya juga mengungkapkan bahwa masyarakat Nepal saat ini tengah dilanda trauma gempa, yang menyebabkan mereka lebih memilih untuk tidur di luar meski rumah mereka dalam kondisi baik. Kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak kriminal untuk menyebar isu gempa di media sosial sehingga rumah dikosongkan dan mereka (pencuri) bisa mempunyai waktu untuk melakukan aksi pencurian.
Sebagai informasi, 2 Gempa Nepal yang berkekuatan di kisaran 7,9 SR tersebut telah menelan hingga 10.000 jiwa dan ratusan bangunan rusak, termasuk sejumlah bangunan pemerintahan. Ia menambahkan hingga hari ini Perdana Menteri Nepal masih melakukan rapat di bawah tenda karena bangunan PM yang juga rusak akibat gempa.
Editor: Malika