Bagikan:

UU Perlindungan Petani Belum Mengikat Pemerintah

KBR, Jakarta - Pemerintah dinilai kurang serius memberikan perlindungan terhadap petani yang mengalami kerugian atau gagal panen akibat bencana alam atau faktor lain.

NASIONAL

Selasa, 06 Mei 2014 14:22 WIB

UU Perlindungan Petani Belum Mengikat Pemerintah

petani, penen, gagal panen, faktor iklim, asuransi petani

KBR, Jakarta - Pemerintah dinilai kurang serius memberikan perlindungan terhadap petani yang mengalami kerugian atau gagal panen akibat bencana alam atau faktor lain.

Pengamat pertanian Khudori mengatakan, ketidakseriusan itu terlihat dari pasal-pasal di Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang kurang memihak pada petani dan bias makna. Padahal, UU tersebut menjadi rujukan dikeluarkannya asuransi petani. Baca: Hadapi El Nino, API Sarankan Petani Tanam Sayuran Jangka Pendek

"Kita sih berharap pemerintah bisa memberikan bantuan yang maksimal kepada petani. Cuman, di rumusan di Undang-undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani tanggung jawab yang mengikat kepada pemerintah itu tidak terlalu kuat. Seingat saya rumusannya begini, pemerintah memfasilitasi petani dalam memanfaatkan asuransi pertanian. Jadi memfasilitasi. Bagaimana menerjemahkan memfasilitasi ini, itu kan bisa beda-beda," kata Khudori kepada KBR, Selasa, (06/05).

Pemerintah bakal menjalankan program Asuransi Petani pada 2015 mendatang. Program itu terlebih dulu akan diprioritaskan bagi petani padi atau tanaman pangan yang gagal panen. Mereka menjadi priorotas karena merupakan komoditas makanan pokok masyarakat.

Menteri Pertanian Suswono mengatakan, implementasi program itu masih dalam tahap penyusunan mekanisme ganti rugi atau klaim untuk para petani. Kementan mengaku, program asuransi tersebut telah diuji cobakan di Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Editor: Rony Rahmatha

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending