KBR, Jakarta - Sebanyak 10 anak pengungsi Muslim Ahmadiyah di transito, Nusa Tenggara Barat tak memiliki akta kelahiran. Koordinator pengungsi Sahidin mengatakan, orang tua mereka kesulitan mengurus kembali surat nikah yang menjadi syarat akta kelahiran. Surat nikah orang tua 10 anak itu ikut terbakar dalam penyerangan terhadap minoritas muslim itu.
"Mau bikin lagi ribet sekali, kalau ada kawin massal barulah kami bikin,” jelas Sahidin.
“Kalau ada pemerintah atau dukcapil mengusahakan kami ya bisa-bisa saja. Apa sih sulitnya? Saya belum pendaftaran apa jawaban dari sekolahnya nanti. Karena saya pernah siapkan dari TK karena tidak punya akta kelahiran jadi tidak diterima. Nah, ini kan mau masuk SD apa jawabannnya saya tidak tahu.”
Pemerintah sebelumnya menyetujui mencantumkan agama Islam di KTP warga Ahmadiyah. Namun, tidak ada bantuan mengurus surat sipil yang terbakar.
Warga Ahmadiyah yang jumlahnya sekitar 30 keluarga atau 110an jiwa terusir dari kampung mereka di dusun Ketapang, desa Gegerung, kecamatan Lingsar, Lombok Barat Februari 2006 lalu. Ini menyusul penyerangan terhadap mereka oleh massa intoleran. Sebagian besar dari mereka kini masih tinggal di asrama pengungsian di Transito, Majeluk Mataram.
Editor: Citra Dyah Prastuti