Bagikan:

Amnesty Internasional: Kriminalisasi Kebebasan Beragama Masih Marak di Indonesia

KBR68H, Jakarta - Pihak berwenang di Indonesia mengunakan pasal soal penghasutan dan penodaan agama untuk mengkriminalkan kebebasan beragama, juga kebebasan berekspresi, berpikir dan berkeyakinan.

NASIONAL

Kamis, 23 Mei 2013 15:36 WIB

Author

Doddy Rosadi

Amnesty Internasional: Kriminalisasi Kebebasan Beragama Masih Marak di Indonesia

amnesty internasional, kebebasan beragama, kriminalisasi

KBR68H, Jakarta - Pihak berwenang di Indonesia mengunakan pasal soal penghasutan dan penodaan agama untuk mengkriminalkan kebebasan beragama, juga kebebasan berekspresi, berpikir dan berkeyakinan. Berdasarkan laporan tahunan yang dikeluarkan LSM HAM Amnesty Internasional hari ini di London, setidaknya enam tahanan nurani tetap berada dibalik jeruji karena tuntutan penghasutan dan penodaan agama.

Pada Juni tahun lalu,  Alexander Aan, seorang atheis, dijatuhi hukuman dua setengah tahun penjara dan denda 100 juta rupiah (US0,600) untuk penghasutan setelah ia memasang pernyataan dan gambar yang oleh sebagian orang dianggap menghina Islam dan Nabi Muhammad.

Selang satu bulan kemudian, Tajul Muluk, pemimpin agama Muslim Shi’a dari Jawa Timur, dijatuhi hukuman dua tahun penjara untuk penodaan agama berdasarkan pasal 156(a) KUHP oleh Pengadilan Negeri Sampang. Kelompok HAM lokal dan ahli hukum mengungkapkan kekhawatiran mereka atas masalah peradilan yang adil. Pada September, hukumannya ditingkatkan hingga empat tahun pada pengadilan banding.

Minoritas keagamaan- termasuk Ahmadiyya, Shi’a dan Kristen- menghadapi diskriminasi, intimidasi dan serangan secara terus menerus. Dalam banyak kasus pihak berwenang gagal menyediakan perlindungan memadai bagi mereka atau membawa pelaku ke hadapan hukum.

Pada Agustus, satu orang terbunuh dan puluhan terluka ketika sekelompok massa menyerang komunitas Shi’a di Sampang, Jawa Timur. Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) polisi tidak mengambil langkah pencegahan untuk melindungi komunitas tersebut.

Setidaknya 34 keluarga dari komunitas Ahmadiyya di Nusa Tenggara Barat, yang diserang dan tercerabut dari rumahnya pada 2006 karena kepercayaan mereka, terus hidup di penampungan sementara di Kota Lombok, Mataram. Tidak seorang pun dituntut untuk serangan tersebut.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending