KBR, Jakarta - Pemerintah mengumumkan tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen aparatur sipil negara (ASN) akan dicairkan mulai Juli 2025. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 yang diteken pada 27 Maret lalu.
Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menyampaikan, tukin akan diberikan berdasarkan evaluasi kinerja dosen selama satu semester, dengan potret kinerja dilihat dari Januari hingga Juni 2025.
"Targetnya pencairan dilakukan Bulan Juli," ujar Brian dalam taklimat media di kantornya, Selasa (15/4/2025).
Brian mengklaim tengah menyusun regulasi teknis bersama Kementerian Keuangan, Kementerian PANRB, dan pemangku kepentingan lainnya agar pencairan berjalan lancar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, tukin diberikan berdasarkan selisih antara nilai tukin sesuai jabatan dan tunjangan profesi yang selama ini diterima dosen.
Contohnya, jika seorang guru besar menerima tunjangan profesi Rp6,74 juta, sementara nilai tukin untuk jabatan eselon II sebesar Rp19,28 juta, dosen tersebut akan menerima tukin sebesar selisihnya yakni Rp12,54 juta.
"Tukinnya bukan menggantikan tunjangan profesi, tapi menambahkan selisihnya. Jadi tidak boleh memilih salah satu," jelas Sri Mulyani.
Sebaliknya, dosen di PTN berbadan hukum (PTN-BH) dan PTN BLU yang sudah mendapatkan remunerasi tidak akan menerima tambahan tukin.
Pemerintah mengalokasikan anggaran sekitar Rp2,66 triliun untuk membiayai kebijakan ini selama 14 bulan, termasuk gaji pokok 12 bulan, tunjangan hari raya (THR), dan gaji ke-13. Dana ini akan dibayarkan setelah regulasi teknis dari Kemendiktisaintek rampung.
Sempat Jadi Polemik
Awal 2025, dosen-dosen ASN di bawah naungan Kemendiktisaintek mestinya bisa menikmati tunjangan kinerja atau tukin. Ketentuan tukin dimuat dalam Permendikbud Nomor 49 Tahun 2020 dan Keputusan Mendikbudristek Tahun 2024, di era Menteri Nadiem Makarim.
Namun, pada 3 Januari 2025, Plt Sekjen Kemendiktisaintek Togar M Simatupang menyebut anggaran untuk tukin tidak ada.
"Untuk memberikan tukin ini yang besarnya Rp2,8 triliun. Jadi itu belum ada anggarannya. Karena itulah, itu adalah salah satu tambahan yang dimintakan, baik DPR kemudian masuk ke Banggar, maupun keKementerian Keuangan. Dan itu harus ada perpresnya, kami ikuti lah prosedurnya, kami ikuti step by step. Kami di sini mau mau open minded, open hand, dan perlu memang kesabaran untuk sampai ke sana," ujar Togar, Jumat (3/1/2025).
Togar mengatakan penyebab lain tidak adanya anggaran untuk tukin dosen ASN di tahun ini, salah satunya adalah penggantian nomenklatur.
Tak hanya itu, keresahan yang dirasakan para dosen juga dipicu oleh perbedaan yang mencolok antara tunjangan profesi dan tunjangan kinerja (tukin).
Sri Mulyani menjelaskan selama ini dosen-dosen di lingkungan Kemendiktisaintek hanya menerima tunjangan profesi, sementara tidak mendapatkan tukin seperti ASN di kementerian atau lembaga lainnya. Perbedaan nominal antara kedua jenis tunjangan inilah yang dinilai menjadi sumber ketidakpuasan di kalangan dosen.

Menteri PANRB Rini Widyantini menegaskan, tukin bukan sekadar tambahan penghasilan, melainkan bagian dari strategi reformasi birokrasi.
"Tukin ini adalah instrumen strategis untuk mendorong birokrasi yang adaptif, produktif, dan berorientasi hasil," kata Rini dalam kesempatan yang sama.
Menanggapi hal itu, Aliansi Dosen Kemendiktisintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) menyebut tidak semua dosen merasakan dampak positif dari perpres ini.
Menurut Ketua Koordinator Nasional ADAKSI Anggun Gunawan, tukin hanya diberikan kepada dosen yang bekerja di satuan kerja (satker) PTN dan BLU non-remunerasi.
Baca juga:
- Anggaran Belum Cair, Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Tukin Dosen
- Pemerintah 'Gantung' Tunjangan Kinerja Dosen ASN?
Sementara itu, dosen di PTN Badan Hukum (PTN-BH) dan PTN BLU yang telah menerima remunerasi justru tidak mendapat tambahan tukin. Menurut Anggun, kondisi ini menimbulkan kekecewaan di sebagian kelompok dosen.
"Realitanya, dosen di PTN BH dan BLU remun justru banyak yang menerima tunjangan jauh lebih kecil dibanding nominal tukin dalam Perpres 19/2025. Tapi karena dianggap sudah menerima remunerasi, mereka tidak lagi mendapat hak tukin ini," ujar Anggun kepada KBR, Rabu (16/4/2025).
Salah satu kritik utama yang disorot ADAKSI adalah skema tukin yang dihitung dari selisih antara tunjangan profesi (serdos) dan tukin berdasarkan kelas jabatan. Skema ini dianggap tidak memberikan tambahan penghasilan yang signifikan bagi sebagian besar dosen, terutama yang masih di jenjang jabatan fungsional (jafung) rendah, seperti Asisten Ahli atau Lektor.
"Banyak dosen muda masih harus mencari tambahan penghasilan di luar kampus demi hidup layak. Regulasi ini belum cukup menjawab kebutuhan itu," ujar Anggun.
Selain itu, mereka menilai perlunya pemisahan regulasi antara tukin dan serdos, agar tidak saling mengurangi.
Tukin Harus Merata dan Layak
Anggun juga menyoroti tantangan teknis menjelang pencairan tukin yang ditargetkan pada Juli 2025. Salah satu hambatan adalah tidak seragamnya kalender akademik di tiap perguruan tinggi.
"Bisa saja ada kampus yang belum menuntaskan semester genap pada Juni, sehingga pengisian Beban Kerja Dosen (BKD) belum lengkap. Ini akan memengaruhi proses pengajuan tukin," jelas Anggun.
Selain itu, kata Anggun, pemahaman tenaga administrasi dan keuangan kampus terhadap skema tukin yang baru juga dinilai belum merata. Oleh karena itu, Anggun menekankan pentingnya sosialisasi dan pelatihan teknis oleh pemerintah dan pimpinan perguruan tinggi.
"Proses penilaian kinerja pun harus dibangun dengan sistem objektif, agar tidak dipengaruhi unsur suka atau tidak suka dari pimpinan kampus," tegasnya.
Anggun berharap skema tukin bisa diterapkan secara permanen dan menyeluruh untuk semua dosen ASN, tanpa dibedakan berdasarkan jenis kampus. Ia menilai, hak atas tukin seharusnya melekat pada individu ASN, bukan bergantung pada status kelembagaan tempat mereka bekerja.
"Kalau semua dosen ASN bisa menikmati tukin yang layak, maka mereka akan lebih fokus menjalankan tri dharma perguruan tinggi tanpa perlu mencari penghasilan tambahan di luar," pungkas Anggun.
Baca juga: