KBR, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menunda konferensi pers terkait respons pemerintah terhadap kebijakan tarif impor Amerika Serikat yang telah diumumkan Presiden Donald Trump.
Sebelumnya Airlangga dijadwalkan memberikan pernyataan bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hari ini, Kamis, 3 April 2025, pukul 10.45 WIB.
Dalam undangan yang disebarkan kepada media, dua menteri Kabinet Presiden Prabowo Subianto tersebut menjadi narasumber bersama Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri dan Wakil Menteri Industri. Namun pemaparan ditunda dan akan dijadwalkan kembali.
“Kebijakan Tarif AS tersebut sangat teknis dengan beragam komoditas. Sehingga masih memerlukan pembahasan secara komprehensif di tataran masing-masing K/L (kementerian dan lembaga),” demikian dipaparkan Biro Komunikasi Kemnterian Koordinator Perekonomian.
Indonesia "Dipalak" 32 Persen
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberlakukan pengenaan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke AS serta bea masuk yang lebih tinggi untuk mitra dagangnya yang terbesar di negara tersebut.
Adapun pemberlakuan tarif dasar sebesar 10 persen tersebut mulai berlaku 5 April mendatang. Sementara , tarif resiprokal (timbal balik) bakal ditambahkan untuk negara yang dianggap sebagai pelanggar terburuk (worst offenders). Bea tambahan itu akan menyusul pada 9 April mendatang.
Ada 185 negara yang terkena tarif impor Trump, namun dalam agenda pengumuman bertajuk “Hari Pembebasan” digelar di Rose Garden, Gedung Putih, Rabu (2/4/2025) waktu setempat itu Trump hanya memajang sebuah poster yang berisi sebagian negara yang diberlakukan tarif resiprokal di antaranya Cina mendapat tarif baru 34 persen, Uni Eropa 20 persen.
Pengenaan tarif resiprokal itu sebagai tanggapan atas bea masuk yang dikenakan pada barang-barang AS.
Negara-negara Asia Tenggara pun juga tak luput dari sengatan tarif tersebut semisal Indonesia yang dikenakan tarif baru sebesar 32 persen, Vietnam 46 persen, Kamboja 49 persen.
“Taiwan di mana mereka membuatnya, mereka ambil semua chip komputer dan semikonduktor kita. Dulu kita adalah raja, bukan? Kami memiliki semua yang kami miliki. Sekarang kita hampir tidak punya apa-apa. Salah satu perusahaan terbesar sedang masuk, mereka akan memiliki. Kita akan mendapatkan hampir 40 persen sewa. Lee Zeldin sedang berusaha mendapatkan persetujuan mereka. Jika Anda lihat Swiss 61 persen hingga 31 persen, Indonesia, Malaysia, Kamboja, lihatlah Kamboja (mengenakan tarif barang AS) 97 persen,” kata Trump.
Pihak Gedung Putih pun menyebut salah satu alasan utama kebijakan itu dikenakan kepada Indonesia karena tarif tinggi yang dikenakan Indonesia terhadap produk AS khususnya etanol.
Indonesia mengenakan tarif impor 30 persen terhadap etanol AS sedangkan AS hanya menerapkan tarif impor 2,5 persen untuk produk sama baik dari Indonesia maupun negara lain.
Alasan lain yakni kebijakan pemerintah Indonesia yang menghambat dari sisi non-tarif adalah izin yang rumit hingga eksportir harus simpan uangnya di dalam negeri melalui kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE)
Pemberlakuan tarif impor 32 persen kepada Indonesia itu disebut sebagai bentuk tekanan terhadap Indonesia agar lebih terbuka dalam perdagangan internasional.
Baca juga:
INDEF Ingatkan Ketahanan Pangan Tak Sekadar Penambahan Anggaran