KBR, Yogyakarta- Muhammadiyah mengaku sudah sejak lama menyekolahkan dan menguliahkan anak-anak Palestina di Indonesia. Tindakan itu dinilai wujud nyata kepedulian Muhammadiyah terhadap Palestina.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir menjelaskan hal tersebut merespons rencana Presiden Prabowo menerima seribu pengungsi dari Gaza di Indonesia.
Rencana ini menimbulkan beragam respons dari berbagai pihak. Tak sedikit yang menentang karena dianggap melemahkan status politik warga Palestina.
"Ini merupakan bentuk cara Muhammadiyah untuk memberi solusi. Nah, langkah-langkah politik tentu juga harus menjadi perhatian pemerintah dengan semangat politik bebas aktif dan proaktif untuk mencari solusi," katanya di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa, (22/4/2025).
"Jika pada umumnya semua negara setuju pada two state solution, dua negara yg bisa berdiri secara bermartabat, berdaulat, dan berdampingan, saya yakin terus dorong ke situ," imbuhnya.
Sikap Politik
Menurut Haedar, Muhammadiyah memahami apa yang disampaikan Presiden Prabowo terkait rencana evakuasi seribu warga Gaza. Evakuasi tersebut hanya bersifat sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan dan keselamatannya. Selain itu, ada warga Gaza yang bisa disekolahkan untuk kemudian nanti pada saatnya dikembalikan ke tanah airnya.
"Sejalan, yang penting tidak ada kontroversi. Yang kedua, tidak bersifat permanen dan tidak dalam konsep yang sama seperti ditawarkan oleh Trump. Saya yakin Indonesia punya kebijaksanaan politik sendiri dalam semangat bebas aktif," katanya di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa, (22/4/2025).
"Dan yang tidak kalah pentingnya selama ini kan Indonesia sangat tegas terhadap Palestina. Bahkan pidato menteri luar negeri yang lalu, Bu Retno Marsudi begitu tegas yang mewakili pemerintah Indonesia biarpun sekarang berganti," imbuhnya.
Menurut Haedar, sikap politik ini tetap harus dipegang menjadi patokan utama. Sebab, di sinilah pentingnya saling pemahaman. Selain itu, berbagai kelompok, tokoh dan golongan yang punya komitmen sama untuk dan lahirnya negara Palestina merdeka. Ketika ada perbedaan maka harus dilakukan dengan dialog dan komunikasi.
"Dan saya yakin juga mendorong saling pemahaman. Jangan sampai justru saling judgemen, saling kontradiksi yang akhirnya kita tidak bisa memobilisasi energi positif kita untuk Palestina. Dan saya yakin inilah tradisi dalam kehidupan kebangsaan kita," ujar Haedar. .
Haedar menyebut, dalam perjuangan Palestina ini semua pihak harus saling memahami, saling toleran terhadap keragaman cara untuk pembelaan tehadap Palestina. Menurutnya, ada cara-cara diplomatik dan cara-cara politik. Namun, juga ada cara-cara kemanusiaan yang solutif dan realistik.
Haedar mengklaim, Muhammadiyah juga sudah lama melakukan pelayanan untuk kesehatan dan mengirimkan dokter ketika terjadi peristiwa di Gaza.
Opsi
Terpisah, Guru Besar UGM bidang Geopolitik Timur Tengah, Siti Mutiah Setiawati menambahkan, penerimaan pengungsi dari wilayah perang tidak melanggar prinsip politik luar negeri selama tidak mengganggu keamanan, ketertiban, dan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Namun di sisi lain, bantuan berupa peningkatan kontribusi kepada UNRWA (The United Nations Relief and Works Agency for Palestine in the Near East) akan lebih mudah daripada menerima pengungsi.
“Pihak Indonesia bisa lebih meningkatkan kontribusinya untuk UNRWA,” ujarnya.
Siti menilai, pemerintah sebaiknya lebih mendorong Mesir dan Yordania, sebagai negara tetangga untuk bersedia menerima pengungsi dari warga Gaza. Pasalnya, dari segi etnik, budaya, dan bahasa, sedikit memiliki memiliki kemiripan dan kesamaan.
"Bahkan jarak yang dekat antarkedua negara, ini secara teknik akan lebih mudah dibandingkan dikirim ke Indonesia," jelasnya.
Partisipasi Indonesia untuk warga Palestina selama ini sudah ditunjukkan dengan pengiriman bantuan ekonomi, maupun politik.
Bantuan politik ini berupa pendekatan diplomasi ke negara-negara Arab atau Timur Tengah lain untuk mengambil peran guna mengatasi masalah yang dialami warga di Palestina.
“Masalah Palestina bagi negara-negara Arab sudah dianggap sebagai masalah bersama. Prinsip ini harus diingatkan kembali, gangguan terhadap salah satu negara Arab merupakan ancaman terhadap semua negara Arab,” terangnya.
Hal yang Perlu Diperhatikan
Meski begitu, Siti juga mengapresiasi niat baik pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah pengungsi dari Gaza yang rumahnya sudah hancur 95 persen sehingga tidak ada kemungkinan bagi mereka kembali ke hunian mereka.
Namun ia mengingatkan, tetap ada beberapa hal-hal secara geopolitik yang perlu diperhatikan. Hal ini meliputi jarak yang harus diperhitungkan untuk masalah teknis pengangkutan, penempatan pengungsi di Indonesia nanti, peranan dan tanggung jawab UNRWA.
Menurutnya, memberikan ruang bagi pengungsi Palestina di Indonesia bisa memberikan dampak positif sekaligus dampak negatif. Dampak positif yang dapat terjadi adalah politik luar negeri Indonesia menjadi lebih dikenal sebagai politik yang prokemanusiaan.
“Indonesia mendapat posisi yang menguntungkan di panggung internasional karena akan semakin dikenal oleh negara-negara lainnya,” katanya.
Sedangkan alasan dampak negatif dan mengapa banyak yang kontra rencana dikarenakan berbagai pertimbangan yang akan diterima masyarakat Indonesia nanti.
Hal-hal seperti jumlah pengungsi, permasalahan kondisi fisik dan mental pengungsi, biaya yang dikeluarkan, tempat yang belum disiapkan. Lalu, teknis untuk membawa mereka ke Indonesia perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar tidak terjadi permasalahan nantinya.
“Data mengenai pengungsi usia, gender, kesehatan, latar belakang pun harus disiapkan. Selain itu, kemungkinan akan muncul jika tempat yang dipilih dekat dengan penduduk setempat kemungkinan akan terjadi perbenturan budaya harus dipikirkan,” pungkasnya.
MUI Menolak
Di lain pihak, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak rencana Presiden Prabowo mengevakuasi warga Gaza. Sebab menurut Wakil Ketua MUI Anwar Abbas, ada indikasi kuat bahwa upaya relokasi warga Palestina bagian dari strategi Israel dan Amerika Serikat untuk mengosongkan Jalur Gaza. Ia mempertanyakan urgensi dari wacana evakuasi ala Prabowo ini.
"Pertanyaan saya, ya, Pak Prabowo bisa menjamin mereka bisa kembali? Bisa dikembalikan lalu diterima oleh Israel? Itu Gaza itu sekarang bukan di bawah pemerintahan Palestina, itu sekarang diduduki oleh Israel, ya. Jadi, Israel dan Amerika akan mengusir warga Gaza keluar dari Gaza, lalu Pak Prabowo akan mengevakuasi rakyat Gaza yang terluka yang sakit dan anak-anak. Pertanyaan saya, kira-kira Israel dan Amerika senang apa tidak senang?" ucap Anwar kepada wartawan, Jumat, (11/4/2025).
MUI menilai, lebih penting bagi pemerintah Indonesia ialah menekan Israel agar menghentikan agresinya di Palestina.
PKS Setuju
Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung penuh rencana Presiden Prabowo itu. Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini menilai rencana ini harus didukung penuh karena rakyat Gaza bisa diselamatkan dari kebiadaban Israel.
"Ini upaya darurat untuk menyelamatkan korban sipil dengan evakuasi dan ini bukan relokasi warga Palestina dari tanah tinggal mereka. Faktanya di Gaza dan tempat-tempat pengungsian tidak ada lagi fasilitas medis, rumah sakit, dokter, hingga obat-obatan. Semuanya sudah dihancurkan oleh kebiadaban penjajah Israel," katanya dikutip, Rabu, (16/4).
Tahap Pertama
Sebelumnya, Presiden Prabowo mengatakan bakal mengevakuasi warga Gaza di Palestina ke Indonesia. Rencananya pada gelombang pertama ada 1.000 orang akan dievakuasi. Ia mengeklaim, itu merupakan upaya memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban di Gaza. Prabowo telah memerintahkan Menteri Luar Negeri Sugiono untuk berdiskusi dengan pemerintah Palestina tentang rencana tersebut.
"Kami siap evakuasi mereka yang luka-luka, mereka yang kena trauma, anak-anak yatim piatu, siapa pun boleh. Pemerintah Palestina dan pihak-pihak terkait di situ mereka ingin dievakuasi ke Indonesia. Kami siap akan kirim pesawat-pesawat untuk angkut mereka. Kita perkirakan mungkin jumlahnya 1.000 untuk gelombang pertama," kata Prabowo di Pangkalan TNI AU, Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
Prabowo membeberkan dua syarat dalam evakuasi korban konflik Gaza. Pertama, semua pihak harus menyetujui rencana ini. Kedua, korban konflik Gaza hanya ditempatkan sementara di Indonesia, dan harus kembali setelah pulih dan kondisi di sana membaik.
Puluhan RIbu Tewas
Pada 7 Oktober 2023, kelompok militan Palestina yang dipimpin Hamas melancarkan serangan terhadap Israel dari jalur Gaza. Mereka menerobos tembok pembatas Gaza-Israel dan memaksa masuk ke permukiman terdekat, serta instalasi militer Israel. Hamas meluncurkan sekitar 3 ribu roket ke Israel dan menerobos perbatasan, menewaskan sekitar 900 warga Israel.
Israel kemudian membalas dengan membombardir bangunan-bangunan strategis dan sasaran militer di Gaza. Israel melancarkan serangan udara dan darat ke Gaza, menewaskan ribuan warga Palestina dan menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur.
Pada 19 Januari 2025, Israel dan Hamas mencapai gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang berlangsung hingga 18 Maret 2025.
Konflik ini telah menyebabkan korban jiwa dan kerusakan yang signifikan di kedua pihak, serta memicu perhatian internasional dan kecaman terhadap kedua belah pihak.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Gaza per 13 April 2025, korban tewas lebih dari 61.700 orang. Ribuan lainnya masih hilang di bawah reruntuhanm, dan diduga tewas. Selain itu, korban luka-luka mencapai 116.156 orang. Konflik masih berlangsung hingga saat ini.
Baca juga: