Bagikan:

Cerita Menkes Tangani Perundungan Dokter di RS: Dikritik, Dibilang Ngatur-atur

“Banyaknya kasus-kasus bullying di PPDS yang terungkap ini saya pikir perlu adanya pembentukan Satgas Anti-bullying Pak Menteri."

NASIONAL

Selasa, 29 Apr 2025 19:20 WIB

Cerita Menkes Tangani Perundungan Dokter di RS: Dikritik, Dibilang Ngatur-atur

Ilustrasi - Spanduk besar di Kampus Undip. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, praktik perundungan atau bullying di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang terjadi di Indonesia seperti fenomena gunung es.

Dia menyebut banyak kasus yang sengaja ditutupi dan pada akhirnya tidak pernah terungkap di publik.

“Itu (kasus perundungan, red) banyak sekali, karena ditutupi saya merasakannya. Jadi kalau nggak didorongnya tidak terbuka, yang bapak ibu lihat mungkin itu satu dari 100 (tapi) di bawahnya yang kita nggak lihat,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (29/4/2025).

Budi mengatakan, sejak kanal aduan dibuka pada 2023, tercatat ada 2.668 pengaduan dugaan kasus perundungan yang masuk.

“Kita buka sama di sini sejak kita sudah masuk 2.600 lebih pengaduan. Kita sudah saring yakni 632 kasus itu benar-benar perundungan, di mana aja tuh di mana-mana rumah sakitnya dan di fakultas kedokterannya,” ungkapnya.

Budi mengaku menemui sejumlah kendala dan hambatan saat akan memantau langsung dugaan perundungan terhadap dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Laporan Kemenkes terkait jumlah kasus perundungan. Foto: Youtube DPR RI

“Saya aja sudah susah masuk kemudian dikritik, ‘apa bapak ngatur-ngatur, itu kan itu mahasiswa saya’. Jadi saya juga agak susah mesti cari angle-nya juga karena ini kan juga mengubah budaya yang sudah lama ada, tapi kita merasa kalau tidak diubah tidak ada perbaikan akhirnya saya hanya masuk yang rumah sakit Kemenkes,” tutur Budi.

“Yang ngga Kemenkes, saya ngga bisa sentuh karena walaupun banyak terjadi (perundungan, red) di sana di FK-nya. Tapi rumah sakit Kemenkes ini datanya penyakit dalam, bedah, anestesi, itu masalah paling banyak laporannya dan laporannya bisa kita lihat bentuk perundingannya seperti apa,” imbuhnya.

Bentuk Kasus Perundungan

Budi mengungkapkan bentuk perundungan yang terjadi kepada peserta PPDS.

“Ada yang verbal ada yang nonverbal, ada yang fisik dan lain sebagainya, kita bisa lihat laporannya sudah masuk,” jelasnya.

Budi menyebut tindak lanjut dari Kemenkes terhadap 632 kasus perundungan tersebut yakni 116 di antaranya sudah selesai klarifikasi, sementara yang lainnya dalam proses pemantauan.

“Dan kita sudah ngeluarin banyak action begitu, teguran tertulis dirutnya sudah kena bahkan satu sudah kita berhentikan, tapi balik lagi ini kan setengah-setengah kan ini yang pendidikan ini ada yang di kita ada yang ngga di kita,” jelas Budi.

“Jadi saya hanya bisa (menangani) yang di ranah kita. Saya ngga bisa ngasih teguran ke guru pegawainya kemenristekdikti di situ, saya bisa rekomendasi-rekomendasi saja bahwa ini melakukan pelanggaran seperti ini. Tindak lanjutnya di luar kewenangan saya, tapi ini yang di dalam kewenangan saya sudah kita keluarkan tegurannya seperti ini jadi memang banyak sekali dan ini membutuhkan ketegasan karena kalau didiamkan nah ini berjalan terus,” jelasnya.

Jumlah kasus perundungan yang terjadi di RS Indonesia. Foto: Youtube DPR RI

Budi membenarkan kasus perundungan sudah terjadi sejak lama, namun banyak yang kasusnya tidak muncul di permukaan.

“Memang dari dulu ada cuma ngga pernah keluar aja, tapi sekarang masyarakat sudah lebih berani untuk keluar. Kita lihat memang sekarang sudah dalam dan lama membereskannya ini ngga mudah juga saya akui tapi itu yang saya lakukan,” tegasnya.

Baca juga:

Menkes Ungkap Akar Masalah Perundungan di Lingkungan PPDS

Kasus Perundungan di Undip

Menkes Budi Gunadi Sadikin mencontohkan kasus perundungan dokter PPDS di RSUP Dr Karyadi Semarang, yang pada akhirnya menyebabkan kematian seorang mahasiswi kedokteran dari Universitas Diponegoro (Undip).

Korban merupakan PPDS Anestesi Undip bernama Aulia Risma. Aulia ditemukan meninggal di indekosnya, Kamis, 15 Agustus 2024. Peserta program studi anestesi berusia 30 tahun ini, diduga mengakhiri hidupnya karena mengalami perundungan.

Kemenkes, kata Budi, akhirnya melakukan perbaikan dan evaluasi dengan menghentikan pendidikan di RSUP dr Karyadi.

“Tapi pendidikannya tetap berjalan di rumah sakit lain karena memang rumah sakit lain kan memang tidak dalam wewenang saya, tapi memang yang Karyadi saya yang minta berhenti dulu untuk melihat masalahnya di mana. Ibaratnya ‘kalau kita nggak berhenti sambil naik motor ada rusaknya, kita berhenti dulu motornya’ nah itu sekarang kita sudah identifikasi permasalahannya seperti apa,” tutur Budi.

Budi telah meminta Fakultas Kedokteran Undip dan RS Karyadi untuk memperbaiki tata kelola pendidikan dokter berdasarkan masukan dari inspektur jenderal Kemenkes.

“Kalau itu sudah diperbaiki, rencananya kita akan aktifkan kembali, nah sampai sekarang laporannya sudah masuk dan sudah terlihat progresnya yang baik. Tinggal kita tentukan begitu, ini semuanya sudah terpenuhi kita akan mulai lagi itu dari perbaikan secara sistematis,” ungkapnya.

RSUP Dr Karyadi Semarang, Jawa Tengah. Foto: ANTARA

Berkas kasus dugaan perundungan dan pemerasan yang mengakibatkan tewasnya Aulia Risma telah lengkap atau P21. Budi mengatakan tersangka kasus tersebut akan segera diadili.

“Di polisi sudah beres, sekarang sudah jadi P21 sudah masuk kejaksaan, tersangkanya sudah ada tinggal masuk ke pengadilan. Dengan ini diharapkan apa, akan ada perbaikan karena kelihatan ada efek jera karena dilihat kita serius mengerjakan ini karena kalau ngga akan jadi ngga baik ya,” jelasnya.

Baca juga:

- Dokter PPDS Unpad Membius sebelum Memerkosa Keluarga Pasien

Desakan Bentuk Satgas Anti-Bullying

Anggota Komisi IX DPR RI Surya Utama alias Uya Kuya mengusulkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk satgas anti-perundungan (bullying) dalam PPDS.

“Banyaknya kasus-kasus bullying di PPDS yang terungkap ini saya pikir perlu adanya pembentukan satgas anti-bullying Pak Menteri. Di PPDS yang pastinya melibatkan kementerian Kesehatan,” ujarnya dalam Raker dengan Menteri Kesehatan, Senin (29/4/2025).

Politikus PAN ini bahkan mengusulkan agar satgas yang dibentuk, bisa menggandeng aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus pemerasan oleh oknum PPDS kepada juniornya.

“Terus juga saya pikir juga harus melibatkan KPK. Kenapa KPK, karena yang saya tahu juga di peserta PPDS ini juga ada yang beasiswa. Di mana beasiswa itu dibiayai sepenuhnya oleh negara sementara di pendidikan PPDS ini masih ada yang merasa dimintai uang puluhan juta sampai ratusan juta, ini dijadikan wahana pada senior-senior di kedokteran PPDS ke mana uangnya?,” tegas Surya.

“Jadi itu KPK perlu terlibat di situ dan instansi seperti kejaksaan hingga kepolisian perlu dan DPR juga sebagai perwakilan rakyat perlu mengawal ini,” imbuhnya.

Anggota Komisi IX DPR RI F-PAN, Surya Utama alias Uya Kuya. Foto: Youtube DPR RI

Surya juga mendorong pemberian hukuman maksimal terhadap pelaku perundungan di program PPDS yang terjadi selama ini.

“Perlu adanya efek jera karena kalau selama ini kecuali yang Undip, kasus-kasus di kedokteran PPDS ini hanya diberikan sanksi administratif seperti skorsing 6 bulan atau sanksi tidak bisa mengajar selama beberapa lama,” katanya.

“Buktinya sampai sekarang masih terus berlanjut dan kasus Undip yang viral ini saya pikir sudah menghentikan kasus-kasus bullying seperti ini, tapi beberapa hari yang lalu baru kita dengar di Universitas Sriwijaya juga terjadi lagi kasus sampai ada dokter senior yang menendang testis dari salah satu dokter PPDS anestesi,” tambahnya.

Surya kembali menekankan pentingnya kehadiran satgas anti-bullying di lingkungan program PPDS untuk perbaikan yang sistematis dan menyeluruh.

"Perlu kita sikapi bersama dan perkara-perkara PPDS yang berhubungan dengan kekerasan yang datanya mungkin sudah di Kemenkes, menurut saya harus dibuka Pak. Diserahkan ke kepolisian biar ada efek jera,” terang Surya.

“Dan nantinya jika adanya satgas anti-bullying tadi kita bayangkan, jika satgas ini berhasil menindak secara hukum akhirnya (misalnya) menjebloskan (penjara) 5 aja dokter selama setahun, saya pikir tidak akan ada dokter-dokter lain yang melakukan (perundungan) itu dan kita percaya masih banyak dokter-dokter profesional lain yang baik dibanding oknum-oknum ini,” pungkasnya.

Merawat Kesehatan Mental Korban Perundungan 

Kasus bullying kerap menimbulkan luka batin para korban. Podcast Disko "Diskusi Psikologi" membedah bagaimana menghadapi senioritas yang berujung pada perundungan serta pentingnya merawat kesehatan mental penyintas. Lengkapnya, Anda dapat dengarkan melalui link berikut: 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending