KBR, Jakarta– Badan Pusat Statistik (BPS) menyarankan pemerintah menggenjot nilai ekspor untuk menyeimbangkan neraca perdagangan. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, nilai ekspor lebih memungkinkan digenjot daripada menekan nilai impor karena menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, kata Sasmito, pemerintah juga perlu mewaspadai kebutuhan belanja yang besar jelang Lebaran dan libur panjang.
“April, trennya juga mustinya meningkat ya. Tren, kalau kita lihat beberapa tahun belakang, kecenderungan perdagangan internasional kita, mungkin ekspor dan impor juga akan meningkat. Tapi kita memang sebaiknya begitu, dua-duanya meningkat. Kalau misalnya impor naik, strateginya ya kita harus meningkatkan ekspor. Jangan menekan impor. Impor kan kebutuhan kita, Anda membeli HP, kebanyakan barang impor. Masak mau dilarang? Kan enggak bisa. Yang penting, bagaimana caranya produk-produk kita bisa jual lebih banyak ke berbagai negara lain,” kata Sasmito di kantornya, Jumat (15/04/16).
Sasmito mengatakan, pemerintah harus berhati-hati menghadapi inflasi dan neraca perdagangan untuk beberapa bulan ke depan. Pasalnya, kata Sasmito, tekanan neraca perdagangan akan besar karena menjelang Ramadan, Lebaran, tahun ajaran baru, dan liburan panjang. Sehingga, pada momen itulah, kebutuhan barang, baik barang modal maupun konsumsi akan meningkat.
Hari ini, BPS mengumumkan negara perdagangan Maret 2016 surplus USD 497 juta. Nilai itu lebih rendah USD 653 juta dibanding surplus Februari 2016 yang mencapai USD 1,15 miliar (mom). Surplus bulan Maret 2016 dipicu selisih ekspor-impor sektor nonmigas sebesar USD 797,7 juta. Surplus sektor nonmigas itu mampu menutup defisit neraca perdagangan sektor migas sebesar USD 300,7 juta. Pada Maret 2016, ekspor sektor nonmigas mencapai USD 10,56 miliar dengan impor sebesar USD 9,76 miliar, sedangkan ekspor migas sebesar USD 1,23 miliar dengan impor USD 1,53 miliar.