Bagikan:

Kontras: Simposium Jangan Sampai Tempatkan Tragedi 65 Sebagai Konflik Horisontal

Acara tersebut tidak menyediakan sesi untuk membahas peran dan tanggung jawab negara dalam menuntaskan kasus 1965.

BERITA | NASIONAL

Minggu, 17 Apr 2016 22:45 WIB

Author

Wydia Angga

Kontras: Simposium Jangan Sampai Tempatkan Tragedi 65 Sebagai Konflik Horisontal

Logo Kontras.

KBR, Jakarta - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri khawatir simposium tragedi 1965 yang akan digelar pemerintah mulai Besok (18-19 April 2016) akan menempatkan peristiwa 65 sebagai konflik horisontal semata. Sebab, kata dia, acara tersebut tidak menyediakan sesi untuk membahas peran dan tanggung jawab negara dalam menuntaskan kasus 1965.

"Kalau dilihat dari konteks kesejarahan, Simposium 65 tersebut sangat simpang terutama ada beberapa sesi yang saya sudah mendapat bocoran TORnya. Sesi tersebut ingin mengkotakkan peristiwa 65 sebagai konflik horisontal. ini sangat berbahaya karena kita tidak melihat ada sesi dalam Simposium besok yang membicarakan peran dan tanggung jawab negara untuk menuntaskan kasus 65," papar Puri (17/4/2016)

Puri mengaku, sampai hari ini, Minggu (17/4/2016) pihaknya tidak menerima undangan apapun terkait dengan penyelenggaraan Simposium 65. Oleh karena itu, ia mengaku takkan hadir dalam pertemuan simposium tersebut sebagai organisasi pendamping korban.

Senada dengan Puri, Sejarahwan Diah Wahyuningsih berharap negara melalui aparat keamanannya, harus dapat mengantisipasi ancaman keamanan kepada pihak korban serta menjamin penuh keselamatan para korban yang berasal dari daerah-daerah sampai mereka pulang ke kampung halamannya masing-masing seusai simposium.

"Kita harus melihat kondisi korban yang masih ada. Korban yang masih ada itu otomatis usia sudah sangat sepuh. secara ekonomi sangat di bawah rata-rata. apa sih yang bisa diperbuat negara untuk bisa memulihkan kembali terutama beban mental yang sudah cukup lama mereka jalani. menghilangkan stigma itu juga penting karena bukan hanya didapat oleh eks tapol tapi juga diterima keturunan selanjutnya," kata Diah kepada KBR (18/4/2016)

Diah menduga acara simposium tragedi 1965 digelar karena ada desakan internasional pasca Pengadilan Rakyat Internasional, atau IPT 1965 pada November tahun lalu.
 
"Saya merasa bahwa simposium ini terjadi karena ada desakan apalagi ini menjelang kunjungan Jokowi ke empat negara di Eropa, kalau saya tidak salah. Biar bagaimana pun sejak peradilan rakyat internasional di Den Haag bulan November kemarin kan desakan dari dunia internasional agar pemerintah Indonesia segera menyelesaiakan pelanggaran ini cukup besar," pungkasnya.


Editor: Sasmito Madrim

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending