KBR, Cianjur- Kepolisian membubarkan acara pertemuan korban 65/66 di Cipanas Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Polisi beralasan organisasi Pemuda Pancasila (PP) dan Front Pembela Islam berencana menggeruduk pertemuan tersebut. Para korban berupaya berunding dengan polisi agar acara tetap dapat digelar. Mereka juga meminta dipertemukan dengan pemimpin kedua kelompok untuk memberikan penjelasan.
Pemilik villa tempat kegiatan meminta kepolisian Cianjur memberikan jaminan keamanan bila acara akan dilanjutkan. Pemilik villa juga mendesak acara dibubarkan lantaran takut terjadi keributan, dianggap melindungi komunis dan villanya tak lagi laku.
Ujang salah satu anggota Ormas mengatakan sudah mengetahui rencana pertemuan sejak sepekan lalu. Menurut dia, acara tersebut untuk membangkitkan paham komunis.
“Ini acara perkumpulan orang-orang yang mau membangkitkan komunisme di Indonesia.” Tuding Ujang anggota Gempar kepada KBR, Kamis (14/04).
Para korban 65/66 akhirnya memilih mengalah. Mereka meninggalkan villa dan menuju lokasi baru untuk melanjutkan pertemuan.
Menurut para korban 65/66 pertemuan diselenggarakan sebagai persiapan
mengikuti kegiatan Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965. Pertemuan yang disokong Menteri Koordinator
Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan itu akan menghadirkan korban dan pelaku dan dilaksanakan pada 18-19 April. Setelah diberikan
penjelasan, gabungan organisasi kemasyarakatan yang berjumlah 40an
orang itu tetap bersikeras agar acara dibubarkan.
Sebelumnya Panitia simposium nasional bertajuk “Membedah
Tragedi 1965” mengklaim acaranya tetap berjalan independen, meski
disokong oleh Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
Panitia simposium Agus Widjojo mengatakan, Menteri Koordinator Politik
Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan membebaskan panitia
merencanakan dan menjalankan sendiri simposium itu.
“Kegiatan ini diselenggarakan oleh panitia bersama, bekerja sama dengan
pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Politik, hukum, dan
Keamanan. Tidak berarti juga bahwa panitia ini adalah tangan pelaksana
Kementerian koordinator tersebut. Menko memberi keleluasaan
seluas-luasnya kepada kami panitia untuk menentukan segala hal tentang
simposium ini, tentang bentuk, tentang siapa yang akan diundang, tentang
metodologi, tentang tujuan, dan tentang apa yang didapatkan nanti,”
kata Agus di gedung Dewan Pers, Rabu (13/04/16).
Agus mengatakan, bekerja sama dengan pemerintah justru memberikan
keuntungan. Kata dia, berdasarkan pengalamannya, kegiatan sebesar
simposium akan kandas di tengah jalan jika tidak melibatkan instansi
pemerintah. Selain itu, pemerintah jugalah yang nantinya akan menerima
hasil simposium itu berupa rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM
berat pada 1965.
Editor: Rony Sitanggang