KBR, Jakarta - Kelompok Studi Arsitektur Lansekap Indonesia (KeSALI) khawatir penggusuran kawasan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara hanya akan berujung kepada pembangunan proyek mewah yang akan menguntungkan pengembang.
Ketua KeSALI, Nirwono Yoga mengatakan, kekhawatiran tersebut muncul karena rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan membangun kawasan tersebut menjadi wisata internasional tidak cukup jelas.
"Kalau warnanya ungu itu kalau tidak diawasi dan tidak ada konsep pengembangan, ya nanti jangan-jangan ada CSR pengembang, mengembangkan dengan alasan wisata, dia mengembangkan taruhlah pusat perbelanjaan, perkantoran mewah. Nah kalau sampai hal ini terjadi jelas-jelas melukai warga yang lama tinggal di situ," jelasnya kepada KBR, Senin (11/4)
Warna ungu yang dimaksud Nirwono adalah warna Kawasan Batang di Perda Nomor 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 dan Perda Nomor 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2030. Warna itu berarti untuk kantor dan perdagangan.
"Yang jadi pertanyaan adalah kenapa saat akan penertiban, ini tidak dilakukan sosialisasi kepada masyarakat. Satu, apa sih rencana Pemda DKI setelah penertiban. Kedua, kawasan Luar Batang dan sekitarnya ini berbeda dengan Kampung Pulo dan Kalijodo, karena masih memiliki nilai jejak sejarah yang panjang bagi Jakarta, terutama kawasan Jakarta Kota," imbuhnya.
Atas ketiadaan sosialisasi rencana pasca penggusuran, Nirwono menilai Pemprov DKI telah melanggar UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional dan UU nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.
"Sosialisasi sebelum ada SP1, SP2 dan SP3 itu harus didahului dialog. Jadi dalam UU itu disebutkan harus melibatkan masyarakat. Disini yang saya lihat tidak ada ruang dialog dan menjadi pertanyaan besar akan dijadikan kawasan wisata internasional. Tapi internasional seperti apa?" tanyanya.
KeSALI juga mendesak Komnas HAM mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk mengedepankan pendekatan yang lebih manusiawi dalam penggusuran-penggusuran di Jakarta. Tidak seperti saat ini yang melibatkan TNI Polisi dalam penggusuran.
"Kalau pembangunan seperti ini dengan mengerahkan aparat dan kekerasan, maka kota ini akan menjadi kota otoriter. Kalaupun kawasan ini dikembangkan, maka kawasan ini akan menjadi indah saja, tapi warga tidak akan merasa memiliki kawasan tersebut," ujarnya.
Sekitar 4000 an petugas gabungan polisi, TNI dan Satpol PP diturunkan dalam pembongkaran kawasan kampung nelayan di ujung Jakarta ini. Pembongkaran dilakukan sejak jam 6 pagi tadi. Sekira puluhan alat berat diturunkan dalam pembongkaran kali ini.
Menurut keterangan warga, sempat terjadi bentrok antara petugas dan warga ketika pembongkaran mulai dilakukan pagi tadi. Sedikitnya 5 orang warga kampung aquarium diamankan dalam bentrok tersebut.