Cari Sebab Kematian, Badak Najaq Diotopsi
Otopsi hewan langka ini memakan waktu hingga sekitar dua minggu ke depan. Setelah otopsi, bangkai Najaq akan diawetkan

Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) berjenis kelamin betina berada di dalam kandang sementara di Kutai Barat, Kalimantan Timur, Rabu (16/3). Foto ANTARA
KBR, Jakarta - Najaq, seekor Badak Sumatera di Kutai Barat, Kalimantan Timur mati pada Selasa, 5 April 2016. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Bambang Dahono Aji menduga badak betina umur 10 tahun itu mati akibat infeksi berat akibat jerat tali pada kaki kirinya. Namun untuk mengetahui sebab pasti, tim dokter akan mengotopsi hewan langka ini hingga sekitar dua minggu ke depan. Setelah otopsi, bangkai Najaq pun akan diawetkan.
"Waktu itu yang sakit mulai kering tidak luka. Sudah mulai enak makannya di Boma (tempat karantina sementara) dengan ukuran 7x7 (meter-red) sementara di situ keadaan cukup bagus. Kemudian ada pola bahwa ini harus dikembangkan 17x25 dan sudah dibangun supaya bisa berkembang namun tidak bisa kita pertahankan kenapa, terjadi infeksi karena dijerat sampai ke tulang kaki kiri sebelah belakang," ungkap Bambang di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu, 6 April 2016.
Tali ini diperkirakan menjerat Najaq sejak September 2015. Ketika tertangkap kamera jebak pada Oktober 2015, tampak jerat tali masih menggantung pada kaki kiri belakang. Sejak saat itu, Najaq dicari agar jerat tali bisa segera dilepas dan diberi pengobatan.
Tetapi baru 5 bulan setelahnya atau pada 12 Maret 2016, Najaq baru bisa ditangkap oleh tim WWF-Indonesia, Satgas Penyelamatan Badak beserta masyarakat. Saat ditangkap, sisa tali jerat melukai hingga ke dalam kulit. Kemudian oleh tim dokter diberikan antibiotik dan anti bengkak serta vitamin.
Ketua Yayasan Badak Indonesia, Widodo Ramono mengatakan bahwa perawatan Najaq selama berada di Boma sudah sesuai prosedur dan ditangani oleh dokter ahli serta dikonsultasikan bersama tim ahli badak internasional, seperti Australia Zoo, Tarongga Zoo-Australia, Cornell University USA. Sempat membaik, namun hewan langka penyendiri ini tak tertolong sebelum bisa dipindahkan ke Sanctuary (tempat perlindungan) badak.
"Jumlah badak itu sedikit, kalau kita mau selamat spesiesnya badak itu, maka harus dikelola secara metapopulasi itu artinya bisa tukar menukar satu sama lain. Misalnya kalau di Kalimantan tidak ada jantannya bagaimana, apakah betinanya di bawa ke SRS (Sumatran Rhino Sanctuary) atau SRS jantan yang dibawa kesana. Itu antara jantan betinanya. Nah yang kedua, meski ada jantan dan betina tapi kawin terus sama dia akhirnya tidak ada keragaman genetiknya untuk melanjutkan spesies harus kita tukarkan begitu," papar Widodo.
Atas peristiwa kematian Badak Sumatera ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan membentuk Rhino Protection Unit (Unit Perlindungan Badak) yang terdiri dari 7 orang anggota per unitnya dengan komposisi anggota dari elemen masyarakat lokal, NGO serta Pemerintah. Mereka akan menangani Badak Sumatera lain yang berada di Kutai Barat, Kalimantan. Pemerintah menargetkan 10 Rhino Protection Unit yang akan dibentuk.
Badak termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) - dalam daftar merah spesies terancam lembaga konservasi dunia, IUCN. Kehilangan habitat dan perburuan adalah ancaman yang paling utama bagi keberlangsungan hidup badak Sumatera. Berdasarkan data WWF, hanya sekitar 60-80 ekor badak Sumatera yang tersisa di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Lampung dan Bengkulu.
Editor: Damar Fery Ardiyan
"Waktu itu yang sakit mulai kering tidak luka. Sudah mulai enak makannya di Boma (tempat karantina sementara) dengan ukuran 7x7 (meter-red) sementara di situ keadaan cukup bagus. Kemudian ada pola bahwa ini harus dikembangkan 17x25 dan sudah dibangun supaya bisa berkembang namun tidak bisa kita pertahankan kenapa, terjadi infeksi karena dijerat sampai ke tulang kaki kiri sebelah belakang," ungkap Bambang di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu, 6 April 2016.
Tali ini diperkirakan menjerat Najaq sejak September 2015. Ketika tertangkap kamera jebak pada Oktober 2015, tampak jerat tali masih menggantung pada kaki kiri belakang. Sejak saat itu, Najaq dicari agar jerat tali bisa segera dilepas dan diberi pengobatan.
Tetapi baru 5 bulan setelahnya atau pada 12 Maret 2016, Najaq baru bisa ditangkap oleh tim WWF-Indonesia, Satgas Penyelamatan Badak beserta masyarakat. Saat ditangkap, sisa tali jerat melukai hingga ke dalam kulit. Kemudian oleh tim dokter diberikan antibiotik dan anti bengkak serta vitamin.
Ketua Yayasan Badak Indonesia, Widodo Ramono mengatakan bahwa perawatan Najaq selama berada di Boma sudah sesuai prosedur dan ditangani oleh dokter ahli serta dikonsultasikan bersama tim ahli badak internasional, seperti Australia Zoo, Tarongga Zoo-Australia, Cornell University USA. Sempat membaik, namun hewan langka penyendiri ini tak tertolong sebelum bisa dipindahkan ke Sanctuary (tempat perlindungan) badak.
"Jumlah badak itu sedikit, kalau kita mau selamat spesiesnya badak itu, maka harus dikelola secara metapopulasi itu artinya bisa tukar menukar satu sama lain. Misalnya kalau di Kalimantan tidak ada jantannya bagaimana, apakah betinanya di bawa ke SRS (Sumatran Rhino Sanctuary) atau SRS jantan yang dibawa kesana. Itu antara jantan betinanya. Nah yang kedua, meski ada jantan dan betina tapi kawin terus sama dia akhirnya tidak ada keragaman genetiknya untuk melanjutkan spesies harus kita tukarkan begitu," papar Widodo.
Atas peristiwa kematian Badak Sumatera ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan membentuk Rhino Protection Unit (Unit Perlindungan Badak) yang terdiri dari 7 orang anggota per unitnya dengan komposisi anggota dari elemen masyarakat lokal, NGO serta Pemerintah. Mereka akan menangani Badak Sumatera lain yang berada di Kutai Barat, Kalimantan. Pemerintah menargetkan 10 Rhino Protection Unit yang akan dibentuk.
Badak termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) - dalam daftar merah spesies terancam lembaga konservasi dunia, IUCN. Kehilangan habitat dan perburuan adalah ancaman yang paling utama bagi keberlangsungan hidup badak Sumatera. Berdasarkan data WWF, hanya sekitar 60-80 ekor badak Sumatera yang tersisa di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Lampung dan Bengkulu.
Editor: Damar Fery Ardiyan
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai