Memperingati Hari Kesadaran Autisme Sedunia (World Autism Awareness Day/WADD) 2 April, PortalKBR mengulas sekelumit penyandang autis. Walau memiliki “kekurangan” dalam berinteraksi sosial dan berkomunikasi dengan orang lain, di dalam diri mereka menyimpan kemampuan berpikir dan bertindak yang mengundang decak kagum.
Diantara mereka menjadi orang sukses dan terkenal dunia di bidang ilmu pengetahuan. Tahun 2010 lalu, psikiatri di Trinity College Dublin, Profesor Michael Fitzgerald menyebut ahli fisika Isaac Newton dan Albert Einstein sebagai contoh penyandang autis. Selain itu nama Michaelangelo, seniman jenius yang melukis di kubah Sistine Chapel, juga disebut. Dan, masih banyak tokoh dunia lainnya juga disebut sebagai penyandang autis. Mereka selama hidup kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, sehingga kurang begitu diterima. Masih banyak tokoh dunia yang ia anggap sebagai penyandang autis.
Beberapa tahun terakhir ini, penyandang autis menunjukkan kemampuan mereka yang tak biasa. Misalnya saja Daniel Tammet, 35 tahun, warga negara Inggris. Ia mempunyai kemampuan yang luar biasa pada perhitungan matematis, memori, dan pembelajaran bahasa. Ia pun dinobatkan sebagai salah satu dari seratus orang jenius yang masih hidup di dunia. Ia mulai dikenal dunia sejak 2006, saat itu menulis buku terlaris New York Times berjudul 'Born On A Blue Day'.
Saking jeniusnya, ia dengan mudah menghitung perkalian dengan besaran berapa pun. Ia pun bisa menguasai berbagai bahasa di dunia, bahkan ia mampu mempelajari satu bahasa baru hanya dalam 1 minggu! Ini yang membuat dia dijuluki sebagai 'Brainman'. Seperti apa kemampuannya yang di atas rata-rata itu? Film dokumenter tentangnya berjudul 'Brainman' adalah jawabannya.
Selain kemampuan di bidang matematik dan bahasa, penyandang autis juga mampu menyelami dunia seni, khususnya seni musik. Ia dibuktikan oleh penyandang autis asal Amerika Serikat, Matt Savage, 22 tahun. Ia kini dikenal dengan musisi jazz. Bahkan Dave Brubeck yang dikenal sebagai 'legenda jazz', menyebut Savage sebagai 'Mozart of jazz'. Pada usia 6 tahun, Matt belajar bermain piano sendiri alias otodidak. Ia belajar piano klasik selama kurang dari satu tahun, dan akhirnya memilih jazz adalah fokus bermusiknya.
Di usianya yang masih muda, ia sudah bermain music bareng legenda jazz kontemporer, seperti Chaka Khan dan McCoy Tyner. Beragam penghargaan di bidang musik pun telah ia raih, semisal ASCAP Young Jazz Composers Awards.
Berikut salah satu penampilan Matt Savage yang mengundang kekaguman penonton.
Nah, di Indonesia ada nama Oscar Yura Dompas, 34 tahun. Sama seperti Daniel Tammet dan Matt Savage, ia membuktikan bahwa penyandang autis juga bisa “unjuk diri”. Walau namanya tidak “sebesar” Tammet dan Savage, Oscar berhasil masuk Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai penyandang autis yang meraih sarjana dan menulis buku berbahasa Inggris.
Ia mampu menuntaskan kuliah S-1 di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Atmajaya, Jakarta. Sementara buku yang ia tulis berjudul Autistic Journey dan The Life of the Autistic Kid Who Never Gives Up.
Berikut salah satu kegiatan dari Oscar Yura Dompas.
Oscar telah membuktikan bahwa walau dia sebagai penyandang autis, mereka juga bisa berprestasi, bahkan melebih, sesamanya yang nonautis. (berbagai sumber)