KBR68H, Jakarta - LSM Migrant Care meminta pemerintah menunda rencana pembatasan uang diyat atau uang pengganti nyawa.
Ketua Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, seharusnya pemerintah membenahi sistem penempatan buruh migran. Pembenahan itu bisa meliputi perbaikan kerjasama dengan negara tujuan migran, memperketat sistem pengawasan, dan memberi bantuan hukum bila WNI terlibat kasus.
"Sebenarnya pemerintah tidak perlu melakukan batasan itu, karena diyat itu kan jalan terakhir. Yang harus disiapkan pemerintah sekarang adalah bantuan hukumnya. Jadi nggak usah ngomong proses yang di ujung, tapi proses di awal yang diperkuat. Kalau proses hukumnya itu adil dan akuntabel, saya kira (buruh migran) bisa diselamatkan," terang Anis kepada KBR68H, Kamis (3/4) malam.
Sebelumnya, pemerintah akan membatasi uang diyat atau tebusan untuk WNI yang akan dihukum pancung. Pemerintah berencana membatasi jumlahnya sekitar Rp 200 juta untuk tiap WNI. Hal ini sudah direncanakan oleh Kemenkopolhukam dan akan dirumuskan berasama DPR dalam waktu dekat. Hal ini dilakukan agar nilai uang dhiyat tidak terus melambung. Sebab saat ini ada lebih 30 buruh migran yang menanti hukuman pancung di Arab Saudi.
Editor: Antonius Eko