KBR68H, Jakarta - Hampir setahun Siti Nurlela menjadi guru di Sekolah Lentera Asa, sekolah untuk remaja autistik yang terletak di wilayah Cibubur. Kata dia, kesabaran menjadi modal utamanya untuk menjadi guru remaja autis.
Siti Nurlela yang disapa Ela bercerita awal mula dirinya memutuskan menjadi guru di sana. “Tidak sengaja,” kata dia.
Ela banyak belajar memahami autisme dari berbagai seminar. Sejak memulai karir sebagai guru TK, sarjana pendidikan Agama Islam di Al-Ghuroba Rawamangun Jakarta ini memang sudah tertarik mempelajari autisme. Ia mengaku merasa tertantang untuk bisa mengajar individu autistik.
Setahun lalu, perempun berjilbab ini pun memutuskan berhenti sebagai guru TK dan melamar ke Lentera Asa. "Awalnya sulit. Kalau saya beranggapan tak kenal maka tak sayang. Kita masuk dunia seperti ini, menurut saya hal yang baru yah. Bagi saya tantangan banget yah," jelas Ela sambil tersenyum.
Mengajar individu autistik, menurut Ela, menawarkan keseruan tersendiri. Sebab individu autistik mempunyai kesulitan dalam berkomunikasi dan menyampaikan keinginannya. Maka itu, Ela harus menterjemahkan keinginan muridnya itu.
"Kita tantangannya mencari tahu, marah itu karena apa? Kalau nggak bisa kenapa? Ini kita yang cari. Ini bisa memacu belajar lagi, mencari cara yang ini," papar ibu satu anak itu.
(baca juga: Lentera Asa, Sekolah untuk Remaja Penyandang Autistik)
Perbedaan karakter yang dimiliki individu autistik sempat membuat Ela takut. Individu autis ini bisa mengungkapkan perasaan dalam berbagai bentuk, termasuk tindakan yang kasar seperti memukul.
“Kalau sudah niatnya belajar yah biasa. Dikasih triknya sama senior-senior. Kita harus bisa lebih tegaslah," jelasnya.
Saat ini Ela mengajar kelas yang terdiri dari 2 murid berusia13 dan 14 tahun. Murid-murid Ela masih dalam tahap belajar awal, biasanya soal berhitung atau kebutuhan pribadi seperti toileting serta mendalami kepribadian anak-anak istimewa ini.