KBR68H, Jakarta - Keputusan perintah Brunei Darussalam untuk memberlakukan hukum pidana Syariah dikhawatirkan bakal memicu desakan agar hal serupa juga diterapkan lebih luas di Indonesia.
Hingga kini hukum Islam (Perda Syariah) sudah diterapkan di hampir 100 daerah tingkat dua di Indonesia. Peneliti Human Right Watch (HRW) Andreas Harsono mengatakan, penyebaran ini tidak bisa dicegah, pasalnya pemerintah daerah ikut mendukungnya.
Parahnya, banyak kepala daerah yang mendukung penerapan Perda Syariah hanya demi pencitraan. Kata Andreas, politisasi agama seperti ini sangat berbahaya. Tak ada yang bisa menjamin jika Perda Syariah diterapkan, tak ada lagi kasus-kasus kriminal.
“Celakanya banyak bupati, wali kota, gubernur yang mengambil tindakan itu hanya supaya terlihat populis. Formalisasi Syariat itu berbahaya. Formalisasi Syariat tidak membuat tidak ada korupsi. Formalisasi Syariat tidak berarti tidak ada kekerasan seksual pada anak-anak. Formalisasi Syariat tidak membuat masyarakat menjadi lebih soleh,” tegasnya.
Andreas menambahkan, satu-satu yang bisa dilakukan adalah terus bersuara untuk mengingatkan semua orang bahwa ini suatu yang tidak masuk akal. Di Indonesia, penerapan Perda ini telah melanggar UUD 45. Perda semacam ini bisa dipakai untuk menekan kelompok-kelompok minoritas.
Namun, penerapan hukum Syariah ini tengah menjadi trend, tak hanya di Brunei tapi juga di sebagian besar negara-negara Asia, seperti Malaysia, Pakistan, Afghanistan. Bahkan sampai Timur Tengah dan Afrika Utara.
“Trend ini susah untuk dicegah, mari kita masuki masa-masa yang membingungkan. Masa yang banyak terjadi pelanggaan terhadap orang-orang minoritas, termasuk perempuan. Kita harapkan masa ini tidak terlalu lama.”
Klaim pemerintah Brunei yang menyebut hukum Syariah sudah adil karena bersumber langsung dari Tuhan dibantah oleh Andreas. Menurutnya, tak seorang pun bisa memeriksa apakah klaim itu betul.
“Kalau acuannya pada tafsir itu kan bisa macam-macam. Mulai dari soal pakaian sampai yang lainnya, Banyak orang yang mengkuduskan hal-hal seperti ini justru bukan orang yang membaca tafsir dengan baik, atau minimal tak mau mendengar tafsir dari pihak lain.”
Pemimpin Brunei Sultan Bolkiah resmi menerapkan Hukum Islam di negaranya. Penerapan hukum tersebut membuat Brunei menjadi negara di Asia Tenggara pertama yang menjadikan Hukum Islam sebagai landasan konstitusi.
Hukum Islam yang akan diterapkan berkaitan dengan kriminal. Menurut sultan, langkah yang diambilnya dapat membentuk Brunei sebagai negara yang lebih religius.
Namun, Komisi HAM PBB menilai beberapa hukuman yang diterapkan di Brunei merupakan bentuk penyiksaan. Dan, hal tersebut adalah pelanggaran bagi hukum internasional.
Sistem pengadilan sipil Brunei saat ini memiliki dua jalur. Jalur pertama berdasarkan pada hukum Inggris. Sedangkan jalur kedua ialah pengadilan syariah yang sebelumnya hanya memiliki kewenangan terbatas, semisal mengurusi masalah pernikahan dan warisan.