Bagikan:

Dian Novita: Perempuan Indonesia Belum Lepas dari Belenggunya

Saat masih kecil menyaksikan ibunya jadi korban kekerasan fisik sang ayah.

NASIONAL

Senin, 21 Apr 2014 08:55 WIB

Author

Anto Sidharta

Dian Novita: Perempuan Indonesia Belum Lepas dari Belenggunya

Kartini, perempuan, buruh, emansipasi

KBR68H, Jakarta – Siang itu Dinov, begitu sapaan Dian Novita (29), terlihat begitu luwes berperan sebagai MC di acara Mimbar Bebas Obor Marsinah pertengahan April lalu. Bersama rekannya dari Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), ia memandu acara di pintu keluar di belakang Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung-Cilincing, Jakarta Utara.


Di sana, ia dan belasan aktivis perempuan menyosialisasikan rencana kegiatan Obor Marsinah. Acara ini untuk mengenang Marsinah, seorang buruh pabrik dan aktivis perempuan di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari. Salah satu agenda dalam perhelatan Obor Masinah adalah konvoi Jakarta-Surabaya pada 1-10 Mei 2014 mendatang. 


“Ayo teman-teman, (sumbangan) seribu-dua ribu akan berarti untuk kegiatan Obor Marsinah!” teriak Dinov kepada ribuan buruh perempuan sepulang kerja dari pabrik. Sementara, beberapa rekannya menyodorkan kardus kemasan mi instan sebagai tempat sumbangan uang. 


Hasil donasi dari buruh pabrik itu kelak dipakai untuk menyukseskan acara Obor Marsinah. Selain meminta donasi, mereka juga menggelar orasi dari para pemimpin serikat pekerja pabrik, pembacaan puisi dan aksi teatrikal. 


Kampanye isu perempuan 


Bukan kebetulan Dinov terlibat di acara ini. Ia hadir di situ karena ia menjadi Koordinator Politik dan Kampanye di Komite Nasional Perempuan Mahardhika. 


“Tugasnya yang pasti mengampanyekan isu-isu perempuan, membuat jaringan dengan banyak orang, merumuskan konsep-konsep strategi kampanye kita,” kata Dinov di Kantor Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), jelang Mimbar Bebas Obor Marsinah. 


Sudah delapan tahun ia bergelut di Perempuan Mahardhika yang misinya membela hak-hak perempuan. Dinov mengenal organisasi ini saat ia menjadi mahasiswi di Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 


“Aku mulai kenal pertemuan mereka (aktivis di Perempuan Mahardhika) dan berdiskusi. Sampai kita mengadvokasi pedagang perempuan. Saya mulai cinta dengan dunia aktivis,” ujar Dinov. 


Mulai saat itu, perempuan asal Sumatera Barat yang lahir di Lampung itu punya perspektif baru soal perempuan. Wawasan inilah yang mendorong anak kedua dari lima bersaudara ini berani membawa pandangan barunya ke rumah. 


Ibunya kerap menjadi sasaran tindak kekerasan dalam rumah tangga dari ayahnya. Dinov memberanikan diri bicara langsung kepada ayahnya bahwa ia menentang tindakan kekerasan itu. Sikapnya itu membuahkan hasil. Ayahnya, yang berprofesi sebagai pedagang, akhirnya berhenti melakukan kekerasan pada ibunya. 


Terinspirasi India 


Dinov bercerita, keresahan utama yang dirasakan Perempuan Mahardhika adalah maraknya kekerasan seksual pada perempuan. Dari situlah, ia bersama rekannya mencetuskan pertemuan besar para aktivis perempuan pada 19 Oktober 2013 lalu. Saat itu hadir 157 aktivis perempuan seperti dari Komnas Perempuan, LBH APIK, kalangan ibu rumah tangga dan seniman. Itulah awal mula Relawan Kawanku atau Relawan Jakarta Melawan Kekerasan Seksual. Dinov ditunjuk sebagai koordinator relawan hingga kini. 


Menurut Dinov, aksi ini terinspirasi oleh pergerakan aktivis perempuan di India yang masif dalam menyikapi kasus-kasus kekerasan seksual. Pada akhir 2012 lalu seorang mahasiswa perempuan diperkosa beramai-ramai dalam sebuah bis sampai akhirnya meninggal. Kasus itu memicu protes besar-besaran di India, yang menyebar sampai ke sejumlah negara. Kasus ini pun berhasil mendorong hadirnya aturan hukum yang lebih berat untuk kasus pemerkosaan di India. 


(baca juga: India Menyambut Hukum Pemerkosaan Baru)


“Kita boro-boro menperdebatkan itu. Kita belum membahas bahwa ini adalah masalah sosial,” kata Dinov. 


“Ketika ada orang mengalami pemerkosaan atau kekerasan seksual, kayaknya masyarakat gak masalah apa-apa. Itu hanya masalah dia (korban). Jadi masyarakat belum menganggap penting. Bahkan sampai sekarang, ada kasus pemerkosaan, si korban dinikahan oleh pelaku.” 


Karenanya, ia bersama Relawan Kawanku berupaya mengampanyekan dan mengadvokasi isu-isu seputar kekerasan seksual pada perempuan. 


“Misalnya tur kerja sama dengan Simponi (seniman di Sindikat Musik Penghuni Bumi) dan Komnas Perempuan ke beberapa kota kita masukan kampanye kekerasan seksual perempuan, ngajakin temen-temen SMA jadi relawan. Di kampus juga begitu, misalnya di Universitas Indonesia,” tutur Dinov.  


Selain itu, kata Dinov, kampanye juga dilakukan ke rumah-rumah dan kontrakan buruh perempuan. 


“Kita terinspirasi dari ibu-ibu Jumantik (Juru Pemantau Jentik) itu lho.  Ibu-ibu Jumantik kan, mau ada kasus atau tidak demam berdarah, mereka tetap jalan, tetap periksa air. Jadi kita perkenalkan diri dari Relawan Kawanku dan kasih selebaran,” jelas Dinov.  


Ia mengaku, kampanye ini belum intens dilakukan karena kesibukan kerja para relawan. Kunjungan itu hanya dilakukan sebulan sekali. 


Walau kunjungan terbatas, ia mengaku menjumpai kasus amat memilukan hatinya. Desember 2013 lalu, ia menjumpai anak perempuan 11 tahun di Tanah Merah, Jakarta, korban pemerkosaan. Remaja ini kabur dari rumah dan tidur di pos keamanan lingkungan (Poskamling) karena tak kuat dengan perlakukan ayah tirinya. 


“Yang membuat saya tersentuh dan marah, ketika anak itu bisa menceritakan apa yang dilakukan ayah tirinya kepada dia dengan gambling, dan dengan cara anak-anak bercerita, sambil nonton TV dan makan kue. Aku yang denger cerita dia sakit hati banget,” ujar Dinov. 


Karena Relawan Kawanku tidak memiliki shelter untuk menampung korban, yang bisa dilakukan baru sebatas menyerahkan kasus ini ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), bentukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan.


Belum seperti harapan Kartini 


Tentang kondisi perempuan Indonesia kini, kata Dinov, hingga kini belum terlepas dari belenggunya. Bahkan, kondisi perempuan belum seperti yang diharapkan Kartini pada lebih dari satu abad lalu. 


“Misalnya soal poligami. Kan Kartini ‘kenceng’ ngomongin soal itu. Undang-undang kita kan (Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 -red) masih melegalkan poligami. Undang-undang itu belum setara (antara laki-laki dan perempuan). Makanya masih diadvokasi oleh teman-teman,” ujar Dinov. 


Kondisi perempuan Indonesia yang masih seperti ini, menurut Dinov, karena kemiskinan dan budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia. Budaya yang memosisikan lelaki di atas perempuan itu menjadikan perempuan seperti berada di “kelas dua”.


“Perempuan masih dianggap belum bisa menjadi pemimpin. Di negara ini, perempuan masih di bawah bayang-bayang lelaki,” tutur Dinov. 


Karenanya,  ia berharap agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) dan RUU Kekerasan Seksual disahkan oleh DPR. 


(baca juga: Hore! RUU Kekerasan Seksual Tengah Dirancang)


“Saya mimpi seandainya ada satu masa di mana perempuan dan laki-laki dapat hidup setara sebagai manusia. Dan perundang-undangan di negara ini juga punya perspektif kesetaraan,” ujarnya. 


Kuatnya mimpi Dinov soal itu diamini oleh rekannya, Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih. Dinov, kata dia, banyak memberikan perspektif soal isu perempuan pada buruh perempuan. 


“Komitmen juang dan militansinya menjadi contoh bagi kami. Ia sangat interes pada pada buruh perempuan,” ujar Jumisih. 


Ini dituangkan dalam Program Diskusi Selasaan, hasil kerja sama Perempuan Mahardhika dengan FBLP. Menurut Jumisih, kehadiran Dinov di tengah buruh perempuan, telah membuka mata mereka bahwa persoalan buruh bukan hanya upah. Namun, banyak aspek seperti kekerasan seksual dan kesetaraan gender. 


Editor: Citra Dyah Prastuti 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending