KBR68H, Jakarta - Indonesia bersikap abstain atau tidak menggunakan suaranya dalam Perjanjian Global Perdagangan Senjata di Sidang Majelis Tinggi PBB, kemarin.
Sidang ini memutuskan untuk larangan menjual senjata kepada negara yang dinilai tingkat pelanggaran hak asasi manusia cukup tinggi.
Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa mengatakan, Indonesia masih melakukan kajian hukum terhadap putusan itu, dan belum menandatanganinya.
Indonesia sepakat dengan beberapa negara produsen senjata seperti China, Rusia, Bolivia dan Nikaragua untuk tidak terburu-buru menyetujui perjanjian itu.
“Kita mendukung dan berpandanagan bahwa memang dibutuhkan suatu pengaturan perjanjian yngg mengatur ekspor atau penjualan senjata. Permasaalahannya dalam draft yang ada secara gamblang ditetapkan konsep kondisionalitas, ini kan sifatnya kondisionalitas. Di undang-undang kita menyatakan tidak memungkinkan ada persyaratan prekondisi seperti itu,”kata Marty di Kantor Presiden, Rabu (03/04).
Menteri Luar Negeri Menlu Marty Natalegawa menambahkan, Indonesia tidak bisa memberikan status hukum kepada penjualan senjata yang memiliki persyaratan. Karena bila dipaksakan berpotensi melanggar UU no 16 tahun 2012 soal larangan impor senjata bila terdapat kondisionalitas politik.
Perjanjian Global Perdagangan Senjata bakal ditandatangni 3 Juni mendatang. Hasil penghitungan suara resmi mencatat 154 negara anggota mendukung, 23 negara Abstain dan tiga negara menolak , yaitu Korea Utara, Suriah dan Iran.