KBR, Jakarta- Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta program Makanan Bergizi Gratis (MBG) ditinjau ulang.
Peneliti ICW, Dewi Anggraini menilai program ini belum siap alias prematur dan berpotensi terjadinya korupsi.
“Apakah ini efektif? Kalau memang tidak, sudah berhentikan karena mumpung ini baru awal gitu ya baru 3 bulan berjalan, daripada dilanjutkan dan makin parah, dan membuka celah terjadinya korupsi," ucap Dewi dalam konferensi pers membahas Program MBG, Kamis, (6/3/2025).
Dewi menyarankan pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang khusus membahas MBG. Menurutnya, pengadaan barang dan jasa dalam program MBG ini tidak mengikuti prinsip yang benar.
"Seperti verifikasi yang tidak jelas serta tidak adanya informasi mengenai mitra penyedia dan pemasok bahan pangan," ujarnya.
Dewi mengkhawatirkan akan menguntungkan pihak-pihak tertentu dan menghambat persaingan usaha yang sehat.
Dia juga menilai anggaran yang digunakan untuk program ini sangat prematur, dengan alokasi yang tidak jelas dan kurangnya pengawasan.
“karena kita tahu anggaran ini sudah disusun dari 2024 gitu ya, dengan mekanisme yang panjang, dan lain sebagainya. Tetapi kemudian di 2025, karena program MBG butuh uang diambilah, secara serabutan gitu ya. Jadi semua terkena gitu ya, sampai harus ada pemutusan hubungan kerja, dan lain sebagainya," tuturnya.
Baca juga:
- Muhammadiyah Usul MBG Segera Dievaluasi, Ini Alasannya
Dewi menekankan adanya transparansi dalam pengadaan dan pembiayaan program tersebut untuk mencegah konflik kepentingan.
Dia menambahakan soal pengadaan bahan pangan yang seharusnya berasal dari hasil bumi lokal, namun tidak ada informasi mengenai sumber dan dampaknya terhadap ekonomi lokal.
"Begitu juga dengan pengadaan konsultan gizi dan kemasan, yang kurang jelas prosesnya," jelasnya.
Dewi juga menyebut program MBG ini menjadi krusial karena rekrutmen calon ASN dari program SPPI, yang diproyeksikan menjadi ASN di Badan Geospasial Nasional (BGN).
Dia khawatir hal ini akan memperburuk masalah pengurangan pegawai di sektor lainnya, serta menciptakan beban baru bagi keuangan negara.