KBR, Jakarta- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan mengaktifkan kembali tim koordinasi penataan ruang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Forum Penataan Ruang di kawasan Jabodetabek.
Pelaksana Tugas Dirjen Tata Ruang Kementrian ATR/BPN Reny Windyawati mengatakan, salah satu tujuannya yaitu menertibkan pelanggaran tata ruang untuk mengembalikan fungsi ruang yang semestinya.
"Karena kita juga harus melihat dari undang-undang terkait dengan Kawasan aglomerasi Jabodetabek. Tapi memang kelembagaan terkait kawasan Jabodetabek ini perlu kita bangun kembali dalam rangka koordinasi dan juga dalam rangka untuk penanganan permasalahan-permasalahan di kawasan Jabodetabek tidak hanya terkait dengan banjir," ujar Plt Direktur Jenderal Tata ruang kementrian ATR/BPN Reny Windyawati dalam Ruang Publik KBR, Selasa (11/3/2025).
Pelaksana Tugas Dirjen Tata Ruang Kementrian ATR/BPN Reny Windyawati Reny mengingatkan, sebelum memanfaatkan ruang pentingnya mengajukan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang dapat dilakukan secara elektronik melalui OSS atau non-elektronik.
Menurutnya, hal ini penting karena dapat memperhitungkan potensi bencana, termasuk banjir di Jabodetabek. Ia juga berkoordinasi lintas sektor dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait untuk penanganan lebih lanjut. Selain itu, ia menyebut pentingnya konsistensi pemerintah atau masyarakat di daerah untuk ikut serta dalam pencegahan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan aturan guna mengurangi kompetensi banjir.
Baca juga:
- Banjir Kabupaten Bandung: Bantuan Tahap Pertama Senilai Rp103 Juta
- Hadapi Bencana, Pemerintah Diminta Evaluasi Peringatan Dini Hingga Anggaran
Pada kesempatan yang sama, Direktur Bina Penertiban Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Agus Sutanto, mengungkapkan hingga saat ini telah ditemukan sekitar 800 pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan Jabodetabek Punjur, dengan lebih dari separuhnya berada di Kabupaten Bogor.
“Ini mengindikasikan bahwa pelanggaran pemanfaatan ruang ini sudah sangat masif, terutama memang di kawasan Puncak,” ujar Agus dalam Ruang Publik KBR pada Selasa (11/03/11).
Agus menjelaska ada tiga kategori pelanggaran pemanfaatan ruang yang berkaitan langsung dengan bencana. Ketiga kategori tersebut adalah pengurangan lahan hijau, meningkatnya limpasan air (runoff), dan tidak bertambahnya kapasitas pengaliran air pada sistem drainase.
“Yang pertama adalah pengurangan lahan hijau. Yang kedua adalah meningkatnya runoff atau limpasan air. Dan yang ketiga adalah tidak bertambahnya kapasitas pengaliran air pada Sistem drainase kita,” jelas Agus.
Dalam upaya tersebut, pemerintah pusat akan bersinergi dengan pemerintah daerah serta kementerian terkait, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk mengatasi pelanggaran yang terjadi.
Baca juga:
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana melakukan pembenahan menyeluruh setelah banjir besar melanda Jabodetabek pada 3 Maret 2025. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjelaskan kerusakan di hulu akibat alih fungsi lahan dari perkebunan menjadi area bisnis, yang menyebabkan penyempitan dan pendangkalan sungai, menjadi faktor utama penyebab bencana.
Gubernur Jakarta Pramono Anung Wibowo mendukung langkah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang membatasi pembangunan vila di Puncak, Bogor, sebagai upaya mencegah banjir terjadi lagi. Menurutnya, alih fungsi lahan di kawasan itu menyebabkan banjir parah di hilir atau Jabodetabek.
“Saya termasuk yang setuju alau memang dilakukan pembatasan untuk membangun vila-vila di Puncak, siapapun itu, bukan hanya warga Jakarta, warga dari manapun harus dibatasi,” ujarnya (11/3/2025).