Bagikan:

Permohonan Legalisasi Ganja Medis Terkendala Riset?

Mahkamah Konstitusi kembali menolak uji materi terhadap UU Narkotika untuk melegalkan ganja bagi keperluan kesehatan.

NASIONAL

Kamis, 21 Mar 2024 15:23 WIB

Permohonan Legalisasi Ganja Medis Terkendala Riset?

Ilustrasi. (Foto: jcomp/Freepik)

KBR, Jakarta - Mahkamah Konstitusi kembali menolak uji materi terhadap Undang-Undang Narkotika untuk melegalkan ganja bagi keperluan kesehatan. 

Dalam putusan Rabu kemarin, MK menolak permohonan yang diajukan Pipit Sri Hartanti dan Supardji, orang tua dari Shita Aske Paramitha. Shita menderita cerebral palsy sejak kecil. Orang tua Shita meminta MK melegalkan ganja untuk keperluan medis, agar mereka bisa mengobati anaknya.

Saat membacakan putusan, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan ganja yang termasuk Narkotika Golongan I hanya bisa digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, bukan untuk terapi karena berpotensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

“Dengan demikian, dalil permohonan para Pemohon tentang Pasal 1 angka 2 UU Narkotika tidak beralasan menurut hukum. Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, Pasal 1 angka 2 UU 8/1976 dan Penjelasannya telah ternyata tidak melanggar hak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, bukan sebagaimana yang didalilkan para Pemohon. Dengan demikian, dalil-dalil para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Guntur.

Mahkamah Konstitusi menyatakan belum ada penelitian ilmiah yang bisa membuktikan ganja memiliki manfaat kesehatan.

Karena itu, MK mendorong agar pemerintah segera mengkaji penggunaan ganja untuk kepentingan medis. Hasil kajian nantinya bisa menjadi rujukan bagi pembentuk undang-undang terkait kebijakan lanjutan.

Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebut perlu ada kajian yang komprehensif terkait penggunaan ganja yang termasuk Narkotika Golongan I bisa dipakai untuk kepentingan medis.

“Sebelum ada hasil penelitian dan pengkajian, jenis Narkotika Golongan I hanya benar-benar digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk pelayanan kesehatan dana tau terapi. Bahkan bagi penyalahguna Narkotika Golongan I, yang secara tidak sah diancam pidana penjara sangat berat yaitu Pasal 111 sampai dengan Pasal 116 UU Nomor 35 Tahun 2009 (Narkotika),” jelasnya.

Baca juga:

Pada 2020 dan 2022, ada dua kali permohonan legalisasi ganja medis diajukan perorangan maupun kelompok masyarakat sipil. Namun MK menolak dengan alasan tidak ada riset yang membuktikan manfaat ganja untuk kesehatan.

Sejak beberapa tahun lalu, DPR sudah mendorong pemerintah untuk mengkaji manfaat ganja bagi kesehatan.

Anggota Komisi bidang Pertanian di DPR, Luluk Nur Hamidah menyebut kualitas ganja di Indonesia merupakan yang terbaik. Meskipun, itu juga harus dipantau agar ganja medis tidak disalahgunakan.

"Jadi ganja terbaik di dunia itu sebenarnya juga dari Indonesia. Karena kita punya limpahan matahari yang samgat cukup dan climate yang memang sangat bagus. Dan berdasarkan hasil riset banyak pihak dan bahkan WHO sendiri sudah menurunkan ya dari psikotropika ganja dan tidak dianggap sebagai psikotropika. Maka saya kira ini juga perlu difollow up oleh pemerintah kita," kata dia di Kanal YouTube TVR Parlemen (11/7/22).

Kalangan masyarakat sipil menilai kajian terhadap ganja medis terhalang oleh undang-undang itu sendiri. Ini disampaikan Muhammad Afif, Direktur LBH Masyarakat. LBH Masyarakat termasuk yang memperjuangkan ganja medis pada 2022, dan ditolak MK.

Muhammad Afif menyebut pasal 4 huruf a Undang-undang Narkotika sejatinya memberi ruang penggunaan narkotika untuk kepentingan kesehatan atau ilmu pengetahuan. Namun, peluang itu ditutup pasal 8 yang melarang pemanfaatan narkotika golongan I untuk kesehatan.

“Ganja kan termasuk Narkotika Golongan I, golongan satu itu terbatas banget kan. Sementara kalau terbatas banget balik lagi ke pasal selanjutnya. Kalau kita baca tersistematis, itu memang dilarang. Jadi semacam di pasal atas (Pasal 4 huruf a) kita dibolehkan tapi di pasal bawahnya (Pasal 8 ayat 1) kita kayak kena jebakan batman ya, enggak bisa kemana-mana,” ucapnya kepada KBR, Kamis (21/3/2024).

Muhammad Afif mengatakan putusan MK kali ini bisa digunakan pemerintah sebagai dasar landasan untuk memulai riset ganja medis dan tidak terhalang aturan.

“Memang semuanya harus terbuka, enggak bisa satu pihak saja. Nah justru saya mendorong agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini yang jadi leading sector-nya, karena kalau balik lagi ke Badan Narkotika Nasional (BNN), BNN kan aparat penegak hukum, jadi kalau dikembalikan lagi ke penegakan hukum pasti enggak akan sampai (tujuan untuk medis),” pungkasnya.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending