KBR, Jakarta- Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) merekomendasikan enam poin kebijakan pendukung terkait investasi perfilman di Indonesia. Di antaranya, menurut Ketua Aprofi Sheila Timothy, adalah paket ekonomi khusus film, insentif pajak untuk pembangunan bioskop di daerah, dan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
TKDN, menurutnya, bisa diaplikasikan dalam industri film.
“Setelah pembukaan DNI pastinya akan ada investasi asing yang masuk. Dan, mereka pasti membawa tenaga kerja asing mereka. Kita harus menjaga pekerja kreatif kita supaya tak kalah bersaing. Salah satunya dengan komposisi TKDN,” ujar Lala—sapaan akrab Sheila, Kamis (03/03/2016).
Ia mencontohkan, TKDN industri film juga diterapkan di Malaysia.
“Ini bisa diatur bersama BKPM. Komposisi misalnya kita bandingkan dengan Malaysia, saat mereka membuka investasi asing. Namun mempunyai TKDN mereka yang disebut Qualifying Malaysian Production Expenditure. Kebijakan ini mengharuskan 30 persen pekerja Malaysia ada dalam setiap co-production dengan Malaysia,” ungkap Sheila.
Sheila melanjutkan, Tiongkok mengalami masalah yang hampir sama dengan Indonesia, dalam hal sistem perbankan yang tak berpihak pada industri film. Untuk mengatasi masalah ini, negeri tirai bambu itu membikin terobosan melalui paket kebijakan ekonomi.
“Salah satunya memberikan funding 100 juta USD atau sekira 1,3 triliun Rupiah per tahun. Untuk 5-10 film, khusus film-film budaya yang berpengaruh. Di sertai syarat-syarat, misalnya nilai budaya, teknologi dan sebagainya,” ungkapnya.
Kebijakan pendukung lainnya untuk menyambut dibukanya investasi perfilman, kata Sheila, adalah sistem Box Office yang terintegrasi, pendidikan film dan sertifikasi profesi.
Editor: Malika