KBR, Jakarta - Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) masih berlangsung di DPR. Jika draf ditandatangani hari ini, RUU P2KSK akan disahkan pada rapat Paripurna DPR RI pekan depan.
Dalam RUU tersebut, penanganan krisis perbankan tidak akan lagi mengandalkan anggaran negara APBN. Pemilik dan pemegang saham bank harus berpartisipasi lebih aktif dalam pencegahan dan penanganan krisis keuangan. Skema yang digunakan bukan lagi mengandalkan suntikan dana(bail out) tetapi menggunakam skema pencegahan (bail in).
Menurut Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, penanganan bank bermasalah akan menggunakan dana pemilik, pemegang saham dan investor. Jika dana tidak cukup, maka Komite Stabilitas Sektor Keuangan akan menentukan status bank. "Kalau ada gangguan maka yang harus tanggung jawab dulu adalah pemegang saham dan pemilik. Kami sepakat APBN tidak akan terekspose," kata Bambang saat rapat dengan Komisi Keuangan DPR, Jumat (11/03/2016).
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai penjamin nasabah bisa turun tangan jika dana bank dinyatakan bermasalah. Namun dalam kondisi darurat, seperti krisis ekonomi yang mana likuiditas LPS dan Bank Indonesia tidak mampu, maka KSSK akan merekomendasikan ke DPR dan Presiden mengenai penanganan krisis.
Sebelumnya pada rancangan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), masih ada ruang Pemerintah memberi pinjaman ke LPS untuk penanganan bank bermasalah. Setelah diganti menjadi PPKSK, ruang itu diperketat.
Bambang tidak membantah jika Negara masih bisa terlibat. Namun ia berkali-kali menegaskan itu hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat. Status darurat ini akan direkomendasikan KSSK. Dengan rekomendasi KSSK, Presiden masih bisa memberikan Perppu untuk memberi suntikan dana ke LPS. Keputusan ini harus diberikan dalam waktu 24 jam.
Dengan penggantian RUU JPSK menjadi RUU PPKSK, maka KSSK tidak berhak menetapkan pembelian surat berharga negara di pasar perdana.
Editor: Damar Fery Ardiyan