KBR, Jakarta- Pengamat Lapas dari Central Detention Studies (CDS), Ali Aranoval menilai kasus kaburnya Labora Sitorus bakal berulang, jika tak ada pembenahan dari dua institusi, yakni Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serta Kejaksaan Agung (Kejagung). Ali mengatakan proses dibebaskannya Labora sebelum masa tahanan, seharusnya sudah diketahui Kejaksaan Negeri Sorong.
"Petugas rutan wajib melaporkan ke Kejaksaan, jadi pasti tahu jaksanya itu, ketika Labora keluar. Masalahnya itu, dia keluar dan bebas sebelum masa tahanannya berakhir," ujarnya kepada KBR, Senin (03/07/2016).
Ali menyebut kasus ini sebagai "fenomena" karena pernah terulang sebelumnya. "Kasus Labora lagi rame nih, terus ribut sebentar, diam lagi, kemudian akan terjadi lagi, karena sistemnya tidak diperbaiki. Nah itu yang saya sebut fenomen," ujarnya lagi.
Ali menambahkan Kemenkumham dan Kejaksaan wajib melakukan pembenahan di tingkat kanwil di daerah. Kata dia, ada permasalahan sistematis di dalam lembaga pemasyarakatan yang sudah berlangsung selama hampir 50 tahun.
Permasalahan itu mulai dari lemahnya managemen pengawasan hingga kurang kompetennya petugas lapas di semua sektor. "Jadi lebih kembali ke akar yang strategis menterinya. Jangan melakukan tugas dirjen saja, masuk lapas, sidak, itu tugas dirjen PAS. Menteri melakukan hal yang strategis harusnya," tambah dia.
Sejak Oktober 2015, terpidana Labora sitorus berada di rumahnya di Kelurahan Tampa Garam, Kota Sorong. Ia menolak dieksekusi ke Lapas Sorong lantaran mengantongi surat pembebasan. Surat pembebasan itu dikeluarkan staf Lapas Sorong, namun dinilai ilegal karena tanpa kop surat dan nama.
Namun proses eksekusi yang dilakukan Jumat pekan lalu itu gagal lantaran Labora tak berada di rumahnya. Hingga kemudian pada Senin sekitar pukul 03.00 WIT, Labora Sitorus menyerahkan diri ke Polres Sorong.
Editor: Dimas Rizky