KBR, Jakarta - Pemerintah harus memperhitungkan beberapa aspek sebelum menentukan lokasi pembangunan gas abadi Masela. Salah satunya, menurut Pengamat Energi, Marwan Batubara adalah pembebasan lahan di salah satu pulau di Maluku. Dia juga menyarankan, agar pemerintah tak mengumumkan detail lokasi pembangunan proyek Masela ke publik. Ini dilakukan agar tidak ada mafia-mafia tanah yang mempermainkan harga tanah.
"Yang harus diperhatikan adalah ini objek vital nasional. Jadi pemerintah harus bisa menegakan aturan di masayrakat. Jadi kalau ada calo dan masyarakat yang memanfaatkan itu, tidak mengambil manfaat dari situ,"kata Marwan kepada KBR, Kamis (24/3/2016)
Selain soal pembebasan lahan, aspek lain yang harus dipertimbangkan di antaranya adalah, aspek sosial ekonomi dan keamanan."Aspek-aspek apa yang akan dipertimbangkan, ada aspek teknologi, lingkungan, hankam, sosial, ekonomi, kemudian perbandingan di tiga daerah itu," tambahnya.
Dia juga menyebut potensi konflik di Maluku cukup tinggi, sehingga dia menyarankan ketika Blok Masela di salah satu pulau di Maluku mulai dibangun, maka pemerintah pusat harus betul-betul bersinergi dengan pemerintah daerah untuk memastikan keamanan di wilayah tersebut.
"Saya kira kalau selama ini beredar dari kajian SKK emang konfliknya tinggi. Tapi alasannya soal apa. Masa sih sekarang negara kita sudah berdaulat, kalah dengan tekanan,"ujarnya.
Presiden Joko Widodo akhrinya memutuskan pembangunan Blok Masela dilakukan dengan mekanisme darat atau on shore. Langkah selanjutnya adalah menentukan lokasi pembangunan. Ada tiga lokasi yang jadi pilihan. Pulau Babar, Pulau Kei dan Pulau Aru. Pemerintah harus memutuskan mana daerah yang cocok dengan pembangunan Blok Masela baik dari dalamnya palung dan jarak ke daratan.
Blok Masela, membutuhkan lahan sekitar 600-800 hektar. Dengan biaya invetasi sebesar 16 miliar dolar. Dalam setahun Blok Masela diperkirakan memenuhi kapasitas produksi sebesar 7,5 ton LNG.
Editor: Nurika Manan