KBR, Jakarta– Fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) terbukti berpengaruh pada perilaku satwa. Ini ditunjukkan saat pengamatan tingkah laku lumba-lumba hidung botol (Trusiops Truncatus) di kolam Ancol, Jakarta. Peneliti Oceanografi LIPI, Hagi Yulia Sugeha mengungkapkan, Meskipun lumba-lumba di kawasan ini dalam kondisi yang di bawah treatment (pemeliharaan khusus), namun masih terlihat insting melindungi diri dalam merespon perubahan lingkungan.
Tepat saat GMT dimulai, lumba-lumba merespon fenomena ini dengan menenggelamkan diri di kedalaman 2 hingga 3 meter di bawah permukaan air. Jika di alam bebas, Yulia menduga, akan lebih terlihat perbedaannya, respon menenggelamkan diri ini bisa sampai ratusan meter di bawah permukaan laut.
Yulia menjelaskan, laku tersebut menunjukkan ketakutan sebab mamalia ini merasakan keganjilan dari alam sekitarnya. Baru saja mengalami kondisi pagi hari dengan suasana terang, kata Yulia, kemudian lumba-lumba sudah kembali di kondisi gelap layaknya malam hari. Respon lain yang ditunjukkan, adalah gerakan yang pasif dan kecenderungan menyelamatkan diri dengan menyendiri. Padahal pada kondisi normal, lumba-lumba akan bergerombol. Hal berbeda terjadi pada lumba-lumba yang satu keluarga, kecenderungannya kelompok ini malah akan berkelompok dan saling melindungi.
Setelah GMT usai, aktivitas lumba-lumba kembali normal. Mereka mulai bergerak aktif dengan melompat, bergulung-gulung di udara, hingga bersuara.
Sejak pagi tadi, puluhan siswa SMP mengamati efek GMT terhadap tingkah laku satwa di Ancol, khususnya lumba-lumba dan kupu-kupu. Yang di amati antara lain aktivitas berenang, bernapas, melindungi anak, makan, dan reproduksi.
Editor: Malika