KBR, Jakarta - LSM pemantau anggaran Forum Indonesia untuk ?Transparansi Anggaran (FITRA) menolak keras kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty dijadikan undang-undang. Sekjen FITRA, Yenny Sucipto beralasan, kebijakan tax amnesty hanya akan menjadi fasilitas kemudahan khusus bagi para pengemplang pajak.
Ia menegaskan, kebijakan ini juga tidak akan memberikan kontribusi dan pengaruh besar terhadap penerimaan negara. Selain itu kata dia, pembahasan RUU Pengampunan Pajak tersebut terkesan dipaksakan naskah akademiknya, sehingga berpotensi melanggar aturan sebelumnya. Karena itu, kata dia, yang harus dilakukan pemerintah adalah optimalisasi pemungutan pajak.
“Memberikan sanksi yang cukup tegas bagi pengusaha-pengusaha yang bekerja disektor minerba dan migas yang tidak membayarkan royalti dan pajak. Tiap tahun ditemukan 135 sampai 150 trilliun itu lost penerimaan disektor itu. Yang kedua mengenai tax holiday, lost penerimaan rata-rata 110 trilliun pertahun. Nah itu yang seharusnya diefektifkan strategi itu dibandingkan umpamanya tax amnesty yang hanya sekitar 1 sampai 3 persen yang diperkirakan 60 sampai 70 trilliun,” ujarnya kepada KBR saat dihubungi.
Sekjen FITRA Yenny Sucipto menambahkan, saat ini pemerintah belum memiliki sistem yang baik sehingga banyak orang bisa menghindar dari kewajiban pajak. Oleh karenanya dia yakin Undang-Undang tentang tax amnesty tidak akan berhasil jika jadi disahkan.
Sebelumnya, pemerintah sedang menggodok RUU Pengampunan Pajak bagi para pengemplang pajak. Tujuan dari Tax Amnesty adalah untuk memudahkan para penunggak pajak membayar utang pajaknya. Sehingga dengan kemudahan itu, pendapatan negara dari sektor pajak akan meningkat.
Editor : Sasmito Madrim