KBR,Jakarta - Mabes Polri mengaku kesulitan mendeteksi praktik perbudakan nelayan seperti yang terjadi di Benjina, Maluku. Juru bicara Mabes Polri Rikwanto mengatakan, paktik perbudakan baru diketahui korban saat berada di kapal di tengah laut.
Meski demikian Rikwanto mengatakan, kepolisian siap menambah jumlah personel untuk berpatroli di wilayah terpencil bila memang diperlukan dalam mengawasi praktik perbudakan. Rikwanto juga berharap peran aktif masyarakat untuk melapor bila menemukan praktik perbudakan.
"Kalau pulau itu di mana saja ada. Tapi kan iming-imingnya itu dikasih upah baru di laut baru ketahuan. (Jadi susah diteketsi?)Ini banyak. Hanya saja ada yang melapor ada yang tidak," kata Rikwanto di Mabes Polri, Selasa (31/3/2015).
Praktik perbudakan di Benjina, Maluku Utara terkuak berkat penyelidikan jurnalis asing yang mengikuti kapal-kapal Thailand selama setahun. Dari penelusurannya, kapal-kapal itu mempekerjakan anak-anak di bawah umur yang kebanyakan asal Burma. Anak-anak itu ditempatkan di sebuah ruangan kecil mirip kandang dan tidak diupah.
Kasus itu mengancam ekspor ikan nasional khususnya di Eropa. Negara-negara Eropa mengancam memblokir ekspor ikan Indonesia karena perusahaan yang dipakai oleh nelayan Thailand dinamai seperti perusahaan Indonesia.
Editor: Antonius Eko