KBR68H, Jakarta - Koalisi untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dibahas DPR bersama Pemerintah belum melindungi penyandang difabel atau berkebutuhan khusus.
Anggota Koalisi, Maruli Tua Rajagukguk mencontohkan, salah satunya yaitu tidak adanya pendamping penerjemah bahasa isyarat bagi penyandang difabel saat menghadapi proses hukum. Karena itu, kata dia, koalisi mendesak pembahasan RUU KUHAP ditunda.
“Ketika penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum. Selaku dia korban atau tersangka, atau terdakwa. Pihak Kepolisian tidak ada kewajiban menyediakan penerjemah kepada para korban atau tersangka penyandang disabilitas. Misalnya penerjemah bahasa isyarat, itu tidak diatur dalam KUHAP dan RUU KUHAP. Itu hanya diatur dalam persidangan,”jelas Maruli kepada KBR68H.
Anggota Koalisi untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana, Maruli Tua Rajagukguk menambahkan RUU KUHAP tidak berbeda dengan aturan yang sebelumnya. Padahal menurutnya, Indonesia telah meratifikasi konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang difabel melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011. Maka, konsekuensinya adalah perlindungan terhadap difabel harus menjadi perhatian utama. Tanpa terkeculai dalam RUU KUHAP.
Editor: Anto Sidharta
RUU KUHAP Belum Akomodasi Kebutuhan Penyandang Difabel
Koalisi untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dibahas DPR bersama Pemerintah belum melindungi penyandang difabel atau berkebutuhan khusus.

NASIONAL
Jumat, 07 Mar 2014 21:20 WIB


RUU KUHAP, Penyandang Difabel
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai