KBR68H, Jakarta - Kurikulum baru untuk pelajaran Agama Katolik di SMA memberikan pemahaman soal transgender. Tujuannya agar siswa bisa memahami konsep kaum transgender di lingkungan sosial dan keagamaan.
Anggota tim perumus kurikulum 2013 untuk pelajaran Agama Katolik SMA, Pendeta Stephen Suleeman menjelaskan kurikulum ini masih dibahas oleh tim perumus dan masuk proses finalisasi. Hanya saja untuk pengetahuan transgender sudah diterima oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Ini sudah lolos November kemarin. Tinggal revisi pemberian sumber foto-foto agar tidak melanggar hak cipta saja," jelas pengajar di Sekolah Tinggi Teologi itu saat berbincang dengan KBR68H di TIM Cikini, Senin (18/3) kemarin.
Stephen sampai saat ini di kalangan gereja Katolik, kaum transgender masih didiskriminasikan. Sebab gereja masih tertutup dengan itu lesbian, gay, bisexual, dan transgender atau LGBT. Begitu pun agama-agama lainnya di Indonesia. Sementara kaum lesbian, gay, bisexual, and transgender juga sebagai warga negara yang mempunyai hak untuk hidup di lingkungan sosial.
Pengetahuan transgender itu, lanjut Stephen, memang tidak secara detil dimasukan ke dalam pelajar agama. Namun hanya dimasukan ke dalam cerita masa lalu di zaman gereja perdana di awal abad.
"Saya masukan di situ sida-sida dari Etiopia itu, kisah para rasul. Lalu saya masukan, sida-sida ini kan orang yang tidak jelas jenis kelaminnya. Laksamana cheng ho kan sida-sida. Mereka nggak diterima oleh masyarakatkat, oleh agama timur tengah. Tapi kenyataannya ada. Di kristen itu dijadikan contoh bagaimana gereja perdana itu sangat terbuka. Tidak ada lagi batasan apa pun," cerita Stephen.
Sida-sida yang dimaksud Stephen merupakan laki-laki yang telah dikebiri. Mereka telah kehilangan kesuburannya karena buah zakarnya telah dibuang dengan sengaja. Mereka akan mengabdikan diri untuk menjdi pelayan istana, penyanyi laki-laki dengan suara tinggi, petugas-petugas keagamaan khusus, pejabat pemerintah, komandan militer, dan pengawal kaum perempuan.
Sida-sida ini dianggap 'tidak normal' karena sudah tidak hidup seperti lelaki lainnya yang mempunyai anak. Namun mereka tetap diterima oleh gereja saat itu, bahkan menjadi petugas keagamaan khusus.
"Saya hanya bertanya apakah ada tempat untuk transgender atau waria di gereja. Kalau dia jadi anggota nggak ada masalah. Tapi kalau jadi ketua atau majelis? Ini untuk membuat orang mikir aja gitu," jelasnya.
Pengakuan LGBT di kalangan gereja Katolik memang belum lama terjadi. Ini setelah Paus Fransiskus menyampaikan pernyataan jika dirinya tidak berhak menghakimi kaum homoseksual di dunia. Makanya Paus Fransiskus menjadi penanda akan adanya perubahan di masa mendatang.
Selama ini gereja selalu bertentangan pendapat dengan kaum lesbian dan gay. Terutama tentang persepsi pernikahan sesama jenis serta keberadaan kaum homoseksual secara umum. Memang meskipun Paus Fransiskus tidak menyatakan dukungannya terhadap pernikahan sesama jenis, namun pernyataan yang langka dari pemimpin gereja Katolik tersebut telah memicu gejolak dan kekhawatiran dalam tubuh gereja, terutama para jemaatnya.