Bagikan:

Pengamat: Pembukaan Perkebunan Sawit Selalu Berujung Konflik

Masalah pengadaan tanah untuk perkebunan sawit di Indonesia cenderung berujung pada konflik agraria.

NASIONAL

Senin, 18 Mar 2013 13:17 WIB

Author

Aris Santoso

Pengamat: Pembukaan Perkebunan Sawit Selalu Berujung Konflik

perkebunan sawit, konflik

Masalah pengadaan tanah untuk perkebunan sawit di Indonesia cenderung berujung pada konflik agraria. Pertentangan klaim hak atas tanah antara pengusaha yang telah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) dari pemerintah,  akan berdapan dengan masyarakat petani yang telah hidup bertahun-tahun di sebuah wilayah dengan sistem tenurialnya sendiri. Demikian disampaikan pengamat reforma agraria Noer Fauzi Rachman, saat dihubungi Portalkbr.com melaui saluran telepon.

Sebelumnya, aktivis lingkungan mempersoalkan  RTRW (Rencanan Tata Ruang dan Tata Wilayah) memicu kekhawatiran akan hilangnya 1,2 juta hektar area hutan lindung Aceh, yang bakal disetujui DPR Aceh. Kementerian Kehutanan juga sudah hampir  menyetujui RTRW yang diajukan pemerintah Aceh tersebut. Kalangan aktivis lingkungan menengarai, sebagaian besar kawasan tersebut akan dijadikan lahan perkebunan sawit dan tambang.

Menurut Fauzi, dalam banyak konflik-konflik agraria kita juga menyaksikan instrumentasi hukum, penggunaan kekerasan, kriminalisasi tokoh penduduk, manipulasi, penipuan, dan pemaksaaan persetujuan, yang dilakukan secara sistematik dan meluas. Hal ini sekaligus merupakan ekslusi atau pembatasan akses rakyat terhadap tanah, SDA, maupun wilayah kelolanya.

“Perlawanan langsung dari rakyat, maupun yang difasilitasi oleh organisasi-organisasi gerakan sosial,  LSM, maupun elite politik, dilakukan untuk menentang eksklusi, atau pembatasan paksa akses rakyat tersebut,” ujar Fauzi, yang juga merupakan Direktur Sajogyo Institute, Bogor.

Menurut Efendi dari KPHA (Koalisi Peduli Hutan Aceh), masyarakat dan LSM  menolak RTRW yang diajukan tersebut. Masyarakat dan LSM benar-benar tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RTRW yang baru. Efendi melanjutkan, koalisi dari 18 LSM lokal dan internasional telah mengirimkan surat kepada pihak Kementerian Kehutanan,  agar menolak usulan perubahan RTRW, yang menurunkan status perlindungan beberapa area menjadi Area Penggunaan Lain (APL).

APL dicurigai terkait  dengan rencana ekspansi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Pengajuan RTRW ini dikhawatirkan akan menjadi pembenaran kegiatan ilegal yang telah terjadi di beberapa perusahaan tambang dan konsesi kelapa sawit. RTRW yang baru memberikan persetujuan  pembangungan jalan yang akan melintasi hutan lindung, menganggu habitat satwa dan merusak Daerah Aliran Sungai (DAS) dan akan memicu eksploitasi hutan baik legal maupun ilegal.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending