Bagikan:

Ketika Korban Pelanggaran HAM Bersatu Membangun Gerakan Besar

Kaum minoritas korban kebebasan beragama mulai gerah menunggu terlalu lama keadilan dari pemerintah. Komunitas Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan bahkan mengancam bakal membuat gerakan besar untuk mendobrak pintu keadilan pemerintah yang b

NASIONAL

Senin, 11 Mar 2013 15:03 WIB

Ketika Korban Pelanggaran HAM Bersatu Membangun Gerakan Besar

korban, pelanggaran HAM

Kaum minoritas korban kebebasan beragama mulai gerah menunggu terlalu lama keadilan dari pemerintah. Komunitas Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan bahkan mengancam bakal membuat gerakan besar untuk mendobrak pintu keadilan pemerintah yang bertanggungjawab atas penegakan HAM warganya. Ancaman komunitas ini bukan main main. Komunitas ini berencana mengkonsolidasikan seluruh korban pelanggaran HAM untuk bersatu dan membangun sebuah gerakan besar.

Ketua komunitas ini yaitu Pendeta Palti Panjaitan menuturkan, dalam waktu dekat pihaknya akan medatangi berbagai kementerian dan lembaga negara untuk melakukan audiensi. Tak hanya itu, menurut Pendeta HKBP Filadelfia ini, pihaknya juga akan membentuk solidaritas korban intoleransi di tiap daerah. Palti menuturkan, jumlah korban yang tidak terekspos jauh lebih banyak. “Jumlahnya jutaan.”ujarnya.

Untuk melancarkan upayanya itu, dia mengaku butuh dukungan dari segenap tokoh masyarakat dan tokoh agama di tiap daerah. Upaya para koraban intoleransi tersebut mendapat dukungan dari beberapa anggota komisi III DPR. Salah satu anggota komisi hukum Eva Kusuma Sundari menuturkan, masalah korban intoleransi menjadi pembahasan penting di komisinya. Menurut Politisi PDI-P ini, penyelesaian soal  intoleransi sudah jelas tanggung jawab pemerintah. Khususnya pemerintah pusat.

Eva menghimbau agar pemerintah menyuruh Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri menindak seluruh bawahannya di daerah yang kerap menjadi aktor dalam tindak intoleransi. Selain itu Eva juga menghimbau agar pemerintah merevisi soal mekanisme pemberian Izin mendirikan Bangunan (IMB).  Menurutnya, IMB selama ini telah menjadi peraturan yang diskriminatif. Hal tersebut senada dengan penyataan Palti. Menurutnya, IMB paling sering djadikan modus pelarangan beribadah.

Selain pemerintah, Eva juga menyoroti kinerja aparat keamanan dalam menangani kasus intoleransi. Menurutnya, selama ini fokus aparat keamanan hanya berorientasi kepada kaum mayoritas. Menurutnya, hal tersebut hanya akan menghilangkan konflik yang terlihat asaja dan hanya bersifat sementara. Agar konflik tidak berkelanjutan, menurutnya aparat keamanan juga mengikuti logika kaum minoritas sehingga diharapkan akan terjadi pengertian dari kaum mayoritas secara perlahan. Bila selalu mengikuti logika kaum mayoritas, menurutnya hal tersebut hanya akan menguatkan pola yang sama dalam konflik selanjutnya.

Eva menambahkan, maslah kebebasan beragama sudah menyentuh ranah politik. Menurutnya, kebanyakan politisi bahkan di komisinya masih mengikuti logika kaum mayoritas untuk mengamankan popularitasnya. Namun demikian menurutnya harapan itu tidak hilang begitu saja. Jelang Pemilu 2014 mendatang, cita-cita kaum minoritas sangat mungkin tercapai. “Kalau sudah ke ranah politik memang susah. Namun politik itu dinamis apalagi jelang Pemilu bisa saja sikap para politisi itu berubah.” ujarnya optimis 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending