KBR68H, Jakarta- Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) minta polisi tidak menggunakan UU Pers dalam kekerasan yang dialami wartawan Paser TV Normila Sari Wahyuni. Anggota Tim Hukum IJTI Saor Simanjuntak beralasan tersangka pelaku pemukulan Normila harus dikenakan pasal penganiayaan dan kekerasan berat dalam UU Pidana. Sebab kata dia, korban dipukuli belasan orang dalam kondisi hamil hingga keguguran.
"Tersangka pelakunya sudah dinaikkan menjadi dua orang. Sekertaris desa dan kepala desanya. Dan yang lain masih dalam proses penyelidikan di kepolisian setempat. Jadi sampai sekarang kalau bisa saya jawab, kasusnya sudah ditangani oleh Polda dan kita telah meminta mas Samsul (PWI) untuk menggunakan hukum KUHP dan tidak menggunakan UU Pers No. 40," kata Saor di Kantor Dewan Pers, Jakarta, (5/3).
Anggota Tim Hukum IJTI Saor Simanjuntak menambahkan satgas anti kekerasan terhadap wartawan, juga tengah menelurusi dugaan kelalaian yang dilakukan manajemen Paser TV. Pasalnya stasiun lokal itu membiarkan wartawannya meliput kasus konflik di saat sedang hamil.
Wartawati Paser TV, Normila Sari Wahyuni Sabtu lalu dipukuli 16 orang saat meliput sengketa tanah di Desa Rantau Panjang, Kabupaten Paser. Akibat pemukulan tersebut, ia mengalami keguguran.
Jerat Pelaku Kekerasan terhadap Wartawan dengan UU Pidana
KBR68H, Jakarta- Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) minta polisi tidak menggunakan UU Pers dalam kekerasan yang dialami wartawan Paser TV Normila Sari Wahyuni.

NASIONAL
Rabu, 06 Mar 2013 08:09 WIB


kekerasan wartawan, IJTI
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai