KBR, Jakarta- Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk tidak melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI).
Menurutnya, revisi ini hanya akan membahayakan kehidupan demokrasi, negara hukum dan pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Selain itu, Isnur juga berpendapat revisi UU TNI yang memasukan fungsi TNI bukan hanya sebagai alat pertahanan negara, tetapi juga keamanan negara adalah hal yang keliru, dan patut untuk dibatalkan.
"Inilah bentuk ketidakprofesionalan TNI yang dirancang. Seharusnya mereka untuk pertahanan, dan ini sekarang kembali akan mematikan demokrasi, mematikan masyarakat sipil, mematikan mandat, dan pertaubatan Indonesia dalam masa reformasi. Ini kembali ke zaman di mana negara dikuasai kekuasaan berbasis militer," ujar Isnur kepada KBR, Kamis (20/2/2025)
"Yang tentu dalam pelaksanaannya akan represif, tidak mengenal diskusi dan dialog lebih dalam lagi gitu. Dan ini juga kemudian masuk kembali ke dalam bisnis militer. Jadi kita tidak melihat urgensi dari RUU TNI," imbuhnya.
Isnur menambahkan fungsi dan tugas utama militer adalah sebagai alat pertahanan negara di negara yang menganut sistem demokrasi. Kata dia, militer dididik, dilatih dan dipersiapkan untuk perang. Bukan didesain untuk menduduki jabatan-jabatan sipil.
Menurut Isnur, penempatan militer di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara bukan hanya salah, akan tetapi juga bisa memperlemah profesionalisme militer itu sendiri.
"Perluasan ini sudah keluar dari jalur dan mandat yang sesungguhnya. Tidak bisa dibiarkan," katanya.
Baca juga:
- Melanggar UU TNI, Batalkan Pengangkatan Dirut Bulog
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi menyetujui Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Pengesahan itu disetujui seluruh anggota DPR dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Adies Kadir.
"Kami meminta persetujuan rapat paripurna hari ini terhadap RUU tersebut diusulkan masuk pada program legislasi nasional prioritas tahun 2025, apakah dapat disetujui?," kata Adies, Selasa (18/2/2025).
"Setuju," jawab para anggota.