KBR, Jakarta– Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Gurnadi Ridwan mengakui kebijakan penghematan anggaran kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto merupakan kebijakan yang bagus guna menghentikan belanja yang tidak efektif.
Namun, kebijakan tersebut baik secara normatif namun dalam tataran teknis menimbulkan masalah.
Utamanya, menurut Gurnadi, saat kementerian/lembaga yang terkait dengan kemaslahatan masyarakat seperti ranah sosial, kesehatan, pendidikan, dan pembangunan, juga ikut terdampak efisiensi sehingga efeknya pelayanannya pun menjadi terbatas.
“Secara normatif itu bagus, tetapi problemnya di tataran teknisnya, karena ketika kebijakan itu dibuat dia tidak dijelaskan secara detail sehingga cenderung membabi buta, makanya salah satu yang menjadi keluhan masyarakat selain Kementerian Sosial, misalnya kayak Kementerian Kesehatan, pendidikan, dan juga termasuk pekerjaan umum kan yang berkaitan dengan infrastruktur dalam hal ini kan bisa jadi soal pembuatan atau perawatan jalan, jembatan, kemudian aliran (irigasi) pertanian itu kan kemudian jadi korban,” ucapnya kepada KBR, Senin (10/2/2025).
Untuk itu, menurut dia, penting untuk memperjelas kebijakan efisiensi anggaran tersebut agar tidak menurunkan pelayanan terhadap masyarakat.
“Kalau saya melihat atas efisiensi tersebut di level pemerintah pusat dalam hal ini untuk (Kementerian) Pekerjaan Umum (PU) bisa jadi ini juga kontraproduktif dengan semangat Prabowo," tutur Gurnadi.
"Misalnya kayak pertumbuhan ekonomi dan sebagainya karena jika sarana prasarana tidak maksimal, tata pelayanan publik tidak maksimal itu juga mengganggu masyarakat dalam beraktivitas ataupun kerja-kerja yang sifatnya berkaitan dengan pembangunan,” pungkasnya.
Baca juga:
- Pemangkasan Anggaran 2025: PDIP Ingatkan Risiko bagi Ekonomi Nasional