KBR, Jakarta- Kalangan pakar hukum tata negara menilai pelibatan para mantan presiden menjadi dewan penasihat Danantara bergeser dari tujuan ekonomi ke politik.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Charles Simabura mengatakan keikutsertaan mantan presiden dalam Danantara justru mengubah representasi menjadi entitas politik.
"Bergeser dari posisi tujuan pembentukan danantara itu sendiri. Diharapkan itu menjadi entitas ekonomi justru malah menjadi entitas representasi politik. Jadi ini gagasan besar ini hanya berujung pada gagasan untuk adanya akomodasi politik terhadap elit politik terutama mantan presiden yang masih punya pengaruh," ujar Charles kepada KBR, Selasa (25/2/2025).
Charles justru meragukan kerja Danantara akan profesional setelah mantan presiden bergabung. Dia menyebut kehadiran dua mantan presiden saat peresmian Danantara menunjukan bahwa lembaga ini tidak akan bekerja profesional akibat intervensi politik praktis.
Charles menduga akan ada kepentingan pribadi dan partai yang akan diakomodasi dalam Danantara.
"Dan kepentingan elit yang akan diakomodasi dalam lembaga ini. Maka kemudian janji pak Prabowo yang akan menjadikan lembaga ini lembaga yang prudence saya meragukannya," kata Charles.
Baca juga:
- Mahasiswa Cirebon Kritik Danantara: Potensi Sarang Mega Korupsi!
Sebelumnya, Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan mantan Presiden Republik Indonesia akan dilibatkan menjadi penasihat Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Dia menyebut hal ini dilakukan sesuai dengan arahan dan keinginan dari Presiden Prabowo Subianto. Meski, ia tidak merinci siapa saja mantan Presiden RI yang akan menjabat sebagai dewan penasehat Danantara itu.
Dalam peluncuran, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden ketujuh Joko Widodo (Jokowi) hadir. Sementara, Presiden kelima Megawati Soekarnoputri absen.