Bagikan:

Marak Serangan Digital, AMSI: Bentuk Kekerasan terhadap Pers

Riset kualitatif yang dilakukan AMSI untuk melengkapi survei keselamatan jurnalis 2024, menemukan bahwa serangan DDoS kerap menimpa media online yang mengangkat topik sensitif, seperti korupsi polisi.

NASIONAL

Jumat, 21 Feb 2025 12:41 WIB

Author

Heru Haetami

kekerasan

Aksi Kamisan memprotes kekerasan aparat terhadap jurnalis di Medan, Sumatera Utara, Kamis (22/8/2024). (Foto: ANTARA/Fransisco Carolio)

KBR, Jakarta- Skor Indeks Keselamatan Jurnalis selama 2024 mencapai 60,5 poin atau masuk kategori "agak terlindungi". 

Skor itu diluncurkan Yayasan Tifa, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), dan Human Rights Working Group (HRWG) pada Kamis, 20 Februari 2025, di Jakarta Selatan. Peluncuran indeks ini bertepatan dengan pelaksanaan Konvensi Media di Dewan Pers, untuk memperingati Hari Pers Nasional.

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menekankan, meskipun ada perbaikan skor dari tahun sebelumnya, riset ini menemukan tantangan yang dihadapi oleh jurnalis dan media, terutama dalam hal ancaman fisik, intimidasi, dan ancaman digital seperti doxing di media sosial, justru meningkat. 

    Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika menegaskan pentingnya definisi kekerasan terhadap pers diperluas, agar tak lagi hanya menyangkut jurnalis. Wahyu beralasan, terjadi peningkatan serangan Distributed Denial of Service atau DDoS terhadap media-media yang pemberitaannya kritis dan independen.

    “Di era digital ini, perusahaan media justru kerap jadi korban serangan digital yang bertujuan untuk menghalangi akses publik untuk tahu masalah-masalah sensitif yang diangkat oleh jurnalis,” ucapnya. 

      Menurut Wahyu, serangan DDoS ini amat mengganggu operasional media dan iklim kebebasan pers di Indonesia. Selain menyebabkan berita media tidak bisa diakses oleh publik karena situs beritanya down, serangan digital semacam ini juga membengkakkan biaya operasional perusahaan pers yang terpaksa membayar berkali lipat biaya server mereka.

      “Perlu ada upaya sistematis untuk melindungi perusahaan media dari ancaman kebangkrutan akibat tidak mampu membayar biaya server yang mendadak melonjak akibat serangan digital,” sambungnya. 

      Lebih jauh Wahyu menegaskan, maraknya upaya sensor digital semacam ini menandai makin pentingnya perlindungan menyeluruh pada pers. Wahyu bilang, perlindungan tidak cukup lagi hanya mencakup keselamatan fisik dan digital jurnalis, tetapi juga perlindungan terhadap perusahaan media.

      Isu Sensitif

      Riset kualitatif yang dilakukan AMSI untuk melengkapi survei keselamatan jurnalis 2024, menemukan bahwa serangan DDoS kerap menimpa media online yang mengangkat topik sensitif, seperti korupsi polisi, judi online, pelanggaran HAM dan lainnya.

      Riset ini dilakukan pada Desember 2024 dengan responden media-media anggota AMSI yang pernah menjadi korban serangan digital, di antaranya Tempo, KBR, Narasi, Suara.com, Project Multatuli, Pojoksatu.id, serta Harapanrakyat.com.

      Riset AMSI menemukan salah satu serangan digital paling brutal dialami Narasi.tv pada September 2022. Ketika itu, seluruh konten situs Narasi tak bisa diakses lantaran mengalami serangan DDoS. Bahkan, hasil riset menunjukkan, beberapa gawai dan akun media sosial awak Narasi pun dikuasai orang tak dikenal.

      Setelah serangan itu, Narasi mendapatkan ancaman dari pelaku dengan tulisan “diam atau mati”. Wahyu menyebut, meski sudah dilaporkan ke polisi sejak September 2022, sampai hari ini, pelaku belum terlacak. 

      Baca juga:

      Sementara itu, Kepala Pemberitaan Narasi.tv Laban Laisila menyebut serangan DDoS sebagai bagian dari keseharian kerja redaksi di medianya.

      “Durasi serangan DDoS tidak bisa diprediksi, ada yang cepat, ada yang lebih lama. Serangan yang terjadi pada 2022 itu berlangsung sekitar dua minggu,” kata Laban.

      Setahun kemudian, website KBR.ID sempat juga menjadi sasaran DDoS sehingga tak bisa diakses selama tujuh hari.

      “Kami mesti akrobat dan mengalihkan publikasi ke media sosial,” kata Pemimpin Redaksi KBR, Citra Dyah Prastuti.

      Pada saat bersamaan, website Project Multatuli juga diserang DDoS ketika mengangkat pemberitaan tentang ojek online. AMSI mengungkap, setahun sebelumnya, ketika mengangkat kasus pencabulan di Sulawesi, website Project Multatuli juga mendapat serangan bertubi-tubi. 

      Tak hanya itu, AMSI juga menemukan kasus serangan DDoS terhadap Tempo  yang cukup berat setelah menerbitkan berita tentang judi online dan kepolisian, Pada September 2023.

      Suara.com juga mengalami serangan DDoS pada Oktober 2023, ketika mengangkat pemberitaan serupa.

      “Serangan masuk ke server dalam jumlah yang sangat besar. Seakan-akan jumlah visitor tinggi. Namun setelah dicek, di traffic biasa saja. Akibatnya kerja server menjadi lambat,” jelas Suwarjono, CEO Suara.com.

      Tak hanya media nasional, AMSI juga menemukan serangan digital juga menimpa banyak media lokal.

      “Pojoksatu.com pernah mengalami serangan DDoS pada 2020-2022. Website kami mendapatkan serbuan IP dari luar negeri, sampai puluhan juta traffic per detik, sementara di Google Analytics tidak ada kenaikan traffic,” jelas Muhammad Ridwan, Chief Product Officer Pojoksatu.com.

      Direktur Utama harapanrakyat.com Subagja Hamara berbagi keluhan serupa.

      “Serangan DDoS dan Malware menghancurkan performa kami. Traffic turun sampai 80 persen, adsense juga turun. Dan sampai hari ini kami masih harus perbaiki dampaknya,” kata dia.

      Dampak ke bisnis dan redaksi

      Perwakilan Pojoksatu.com, Ridwan mengatakan, serangan digital ke bisnis dan redaksi ini memberikan pukulan berat pada perusahaan media karena biaya pengelolaan server meningkat drastis, bisa dua hingga lima kali lipat biaya normal.

      “Biaya bayar server pernah lebih besar dibandingkan biaya gaji,” kata Ridwan.

      Menurut Ridwan, dampak serangan siber itu tidak hanya sebatas membengkakkan biaya operasional maupun pembayaran infrastruktur server, melainkan juga mempengaruhi kebijakan editorial di redaksi.

      Ridwan menyebut, ketika ada satu konten yang diserang terus menerus, maka ada kekhawatiran serangan akan meluas ke konten yang lain.

      “Kalau sudah begitu, kami terpaksa menurunkan konten. Kalau tidak, serangan akan menyebar ke konten yang lain,” kata Ridwan.

      AMSI menduga dampak swa sensor ini yang diinginkan oleh pelaku serangan digital ke perusahaan media.

      Untuk itu, AMSI meminta Dewan Pers dan Kementerian Komunikasi Digital turun tangan mendorong aparat penegak hukum untuk memproses setiap serangan digital pada perusahaan media.

      “Jangan sampai media di Indonesia tidak ada yang berani menerbitkan berita kritis dan independen, karena khawatir dibangkrutkan lewat serangan digital yang tak bertanggungjawab,” kata Wahyu Dhyatmika.

      Tentang AMSI

      Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) adalah organisasi yang mewadahi media-media digital di Indonesia, dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan media siber, memajukan jurnalisme yang independen dan berkualitas, serta meningkatkan kapasitas dan profesionalisme media digital di Indonesia [www.amsi.or.id].

      Kirim pesan ke kami

      Whatsapp
      Komentar

      KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

      Kabar Baru Jam 7

      Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

      Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

      Menguji Gagasan Pangan Cawapres

      Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

      Most Popular / Trending