KBR, Jakarta - Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting di Indonesia bisa turun hingga 14 persen pada akhir tahun ini.
Target itu cukup ambisius, mengingat Survei Status Gizi Indonesia pada 2022 menunjukkan prevalensi stunting masih di angka 21,6 persen.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah RKP 2024, pemerintah berupaya melakukan berbagai strategi untuk mempercepat penurunan stunting.
Diantaranya melalui pendampingan keluarga di desa hingga perluasan cakupan penyediaan makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis dan balita kurus.
Pemerintah juga memperluas cakupan imunisasi dasar lengkap dan penguatan kualitas data surveilans, mulai dari unit pelayanan kesehatan terkecil yaitu Posyandu.
Tahun lalu, Presiden Joko Widodo memastikan seluruh Puskesmas di tanah air bakal memiliki alat ultrasonografi (USG) untuk kesehatan ibu dan bayi, sebagai upaya pencegahan stunting.
"Jadi 10.000 Puskesmas di seluruh tanah air sudah memiliki USG dan kita harapkan nanti semuanya memiliki USG semuanya. Sehingga kehamilan ibu, bayi bisa dideteksi lebih dini dan semuanya data masuk ke pusat data di Jakarta. Ini penting sekali dalam rangka pengentasan stunting," kata Jokowi, Selasa (23/1/2024).
Pemerintah juga memberikan 300 ribu alat antropometri ke seluruh posyandu di Indonesia. Alat ini untuk mengukur tumbuh kembang bayi dan anak sekaligus alat deteksi stunting.
Baca juga:
- Cegah Stunting, Pemerintah Ingin Semua Puskesmas Dilengkapi Alat USG
- Mahasiswa UGM Kembangkan Alat Deteksi Dini Stunting Berbasis AI
Pelibatan daerah
Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo meminta seluruh camat di Indonesia melaksanakan mini lokakarya percepatan penurunan stunting rutin setiap bulan.
Hasto menyebut, mini lokakarya ini penting untuk menjangkau dan membicarakan siapa saja yang berisiko tinggi, seperti ibu hamil yang miskin ekstrem, atau hamil tetapi punya penyakit tertentu.
"Oleh karena itu kami mohon dengan hormat kepada para camat yang hadir pada kesempatan ini, marilah kita buat secara rutin ya mini lokakarya sebulan sekali mulai bulan Januari tentunya harusnya sudah diselenggarakan. karena unit cost atau anggaran yang dialokasikan melalui dana BOKB DAK ini adalah sifatnya rutin sebulan sekali dan kemudian di masing-masing kecamatan diadakan mini lokakarya," kata Hasto, dikutip dari kanal YouTube BKKBN, Selasa (6/2/2024).
Meski berbagai program dilakukan, upaya pemerintah mengatasi stunting atau tengkes mendapat banyak kritik. Salah satunya kritik pada program pemberian makanan tambahan.
Kritik muncul terkait menu makanan tambahan yang tidak memenuhi kecukupan gizi anak. Ini ditemukan di Depok, Jawa Barat, Aceh dan Aceh Utara.
Di Kota Depok misalnya, menu yang diberikan terdiri dari nasi, kuah sup, nugget, dan tahu. Padahal, program ini menelan anggaran 4,9 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta pemerintah daerah melaporkan jika menemukan ada bantuan menu makanan tambahan yang tidak layak konsumsi.
Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy mengatakan telah menyalurkan bantuan pemberian makanan tambahan ke lebih dari 1,4 juta Keluarga Rawan Stunting (KRS). Bantuan ini berupa telur satu pak, dan daging ayam satu kilogram.
"Mohon dari pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi, kabupaten, kota untuk ikut melakukan monitoring terhadap kelancaran pelaksanaan bantuan pangan ini. Dan mohon diinformasikan apabila ada bantuan, atau barang-barang yang rusak, atau barang-barang tidak layak untuk dikonsumsi," ujar Edhy, dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi tahun 2023, Senin (20/11/2023).
Diragukan
Sejumlah pihak ragu pemerintah bisa mencapai target penurunan stunting hingga 14 persen di tahun ini.
Anggota Komisi Kesehatan DPR RI Netty Prasetiyani bahkan mempertanyakan akurasi data yang diklaim pemerintah terkait penurunan stunting.
"Mereka akui bahwa prevalensi itu dihitung berdasarkan sampling tapi penanganan ya harus by name by address. Jadi kita mempertanyakan bagaimana komitmen pemerintah untuk bisa memastikan stunting itu turun karena bayi balitanya yang stunting di intervensi, bukan hanya bermain di angka-angka atau statistik," kata Netty kepada KBR, September 2023.
Netty menjelaskan, penanganan stunting berbeda dengan penanganan bayi-bayi biasa, sebab perlu asupan pangan olahan khusus untuk anak dan balita stunting. Selain itu, kata Netty, penegakkan diagnosis stunting harus dilakukan oleh ahli atau dokter spesialis anak dengan alat khusus antropometri.
Di lain pihak, pakar kesehatan dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai pendekatan yang dilakukan pemerintah selama ini masih belum berhasil menyatukan dan mensinergikan program-program penanganan stunting yang ada.
"Untuk meng-addressed akar masalah. Jadi kalo saya melihat sinergitasnya selama ini ada terjadi tetapi belum memadai. Bukan hanya bicara pemerintah pusat dan daerah tetapi juga antar Kementerian/Lembaga juga masih relatif kurang memadai," kata Dicky kepada KBR, September 2023.
Editor: Agus Luqman