KBR, Jakarta - Badan Perwakilan Dagang Amerika Serikat (AS) atau United States Trade Representative (USTR) menghapus Indonesia dari daftar negara berkembang. Dengan begitu, di mata AS, kini Indonesia berstatus sebagai 'negara maju'.
Namun, status itu dipertanyakan oleh Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Mardani H. Maming.
Mardani menilai Indonesia saat ini belum bisa dikategorikan negara maju, salah satu alasannya karena tingkat wirausaha masih rendah.
Menurut Mardani saat ini jumlah pengusaha di Indonesia baru mencapai 3,1 persen dari total penduduk.
"Bandingkan Singapura, ada 7 persen dari seluruh penduduknya yang menjadi pengusaha. Malaysia mencapai 5 persen. Di negara kaya seperti Jepang dan Amerika Serikat, jumlah pengusaha lebih dari 10 persen," jelas Maming kepada Antara, Selasa (25/2/2020).
Mardani menduga penghapusan Indonesia dari daftar negara berkembang merupakan bagian dari strategi perang dagang AS.
Ia pun khawatir status negara maju akan membuat Indonesia kehilangan fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke AS.
"Segala kemungkinan bisa saja menjadi tujuan mereka (AS). Bisa jadi bagian dari masalah yang disengketakan ke WTO saat ini," kata Mardani.
"Jangan sampai isu negara maju untuk Indonesia hanya menjadi semacam jebakan yang pada akhirnya merugikan negara kita," ujarnya.
Editor: Agus Luqman