KBR68H, Jakarta - Pusat Parlemen Indonesia (Indonesia Parliamentary Center) menilai draft revisi Undang Undang Nomor 27/2009 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD tidak mengatur tentang rangkap jabatan anggota dewan sebagai pimpinan alat kelengkapan DPR.
Menurut Direktur Pusat Parlemen Indonesia Sulastyo, ini seringkali menjadi beban bagi anggota dewan yang juga berfungsi menjaga konstituennya. Padahal, kata Sulastyo, revisi Undang Undang tersebut bisa dilakukan dengan menambah kewenangan Badan Kehormatan DPR sebagai pengawas anggota dewan.
"Misalnya merubah absen dari 6 kali berturut turut jadi 25 persen. Saya kira itu hanya mengganti angka saja, tapi tidak signifikan. Kalau kemudian kita memperkuat BK itu akan lebih bagus dan bermanfaat. Membatasi rangkap jabatan itu akan lebih manfaat. Rangkap jabatan internal di DPR. DI DPR itu orang bisa duduk di Pansus lebih dari tiga empat kali. Walaupun di Tatibnya itu dilarang, tapi itu masih dimungkinkan. Dipaksakannya satu fraksi kecil menjadi fraksi sendiri, itu juga menjadi celah," kata Sulastyo dalam program Sarapan Pagi KBR68H, Rabu (12/2).
Sebelumnya BK DPR mengklaim bakal lebih tegas terhadap anggota DPR yang sering bolos sidang. Dalam drfat revisi Undang Undang MD3, BK DPR bahkan mengusulkan toleransi membolos anggota dewan hanya 25 persen dalam satu masa sidang. Permasalahan ini kembali mencuat lantaran sebanyak 270an anggota DPR membolos dalam rapat paripurna kemarin.
Sementara itu Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai BK DPR tak akan bisa tegas selama diisi sesama anggota DPR. Formappi mengusulkan agar BK juga melibatkan orang luar, seperti tokoh masyarakat agar BK lebih berani menegakkan disiplin para wakil rakyat di senayan.
Editor: Pebriansyah Ariefana