KBR68H, Jakarta - CSW (Christian Solidarity Worldwide) mengeluarkan penelitian soal pelaksanaan toleransi di Indonesia. CSW dalam penelitiannya menyatakan kasus intoleransi yang terus meningkat menunjukkan Indonesia dalam kondisi berbahaya.
Penelitian yang diumumkan Selasa (25/2) di Parlemen Inggris ini menyebutkan tidak hanya Aceh atau Jawa Barat yang dikenal sebagai daerah konservatif yang terjadi banyak intoleransi, namun intoleransi telah menyerang agama-agama tradisi di Indonesia.
Beberapa konflik atas nama agama telah terjadi dan tidak memberikan tempat pada yang berbeda misalnya: kasus Ahmadiyah, kasus Alexander Aan yang dipenjara karena dianggap atheis. Tidak hanya itu, saat ini intoleransi juga terjadi pada kepercayaan-kepercayaan tradisional.
CSW yang sudah bekerja melakukan pemantauan soal toleransi di Indonesia selama 15 tahun ini dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa pluralisme di Indonesia sudah sampai dalam tahap berbahaya karena maraknya intoleransi.
Menurut CSW beberapa penyebab intoleransi di Indonesia antara lain, pengajaran soal ideologi ekstrim, banyaknya implementasi hukum yang diskriminatif, banyak kalangan minoritas yang menjadi korban kekerasan justru tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah.
Penelitian ini juga menyebutkan, walaupun menolak kekerasan, namun banyak pihak yang lebih memilih untuk pasif dalam menolak toleransi. Mereka lebih banyak memilih diam ketika menyaksikan aksi-aksi intoleransi.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia dianggap absen dalam menyikapi adanya intoleransi. Presiden SBY seolah-olah telah memberikan semacam lisensi kepada kelompok ekstrim agama untuk menyebarkan kebencian dan melakukan kekerasan. Beberapa Menteri dalam kabinet SBY juga telah membuat komentar yang menyulut dan menjadi lampu hijau untuk aksi intoleransi. Presiden SBY juga dinilai telah memberlakukan undang-undang paling diskriminatif di Indonesia.
Penelitian ini merekomendasikan agar pemerintah melakukan investigasi atas intimidasi yang terjadi pada kasus-kasus intoleransi di Indonesia, melindungi kaum kristen, Syiah, Sufi dan Ahmadiyah dalam beribadah. Serta menyerahkan kepada pengadilan bagi siapa saja yang melakukan praktik-praktik intoleransi di Indonesia, menjamin pelaksanaan HAM di Indonesia.
Dengan adanya pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun 2014 adalah waktu yang tepat untuk menyoroti isu keberagaman dan berkeyakinan dan mendesak pemerintah untuk mencegah intoleransi di Indonesia.
Setelah diluncurkan di depan Parlemen Inggris, penelitian ini juga akan kembali dipaparkan di Parlemen Eropa, 4 Maret 2014.
Beberapa delegasi lintas agama dari Indonesia yang hadir di Parlemen Eropa antara lain, Pendeta Favor Bancin dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Ahmad Suaedy, Direktur Eksekutif Abdurahman Wahid Center for Interfaith Dialogue, Benny Susetyo dari Konferensi Uskup Katolik dan perwakilan komunitas Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia.
Editor: Antonius Eko