KBR68H, Jakarta - Posisi kretek sebagai warisan budaya, kurang lebih sama dengan cerutu Cuba, anggur Perancis atau teh hijau Jepang, karena itu wajib dipertahankan eksistensinya. Hal itu dikatakan budayawan Mohammad Sobary, saat dihubungi PortalKBR, terkait maraknya gerakan yang ingin meminggirkan kretek, yang berpuncak pada terbitnya PP 109 Tahun 2012 (PP Pengendalian Tembakau).
Sobary menggambarkan gesekan antara kelompok yang protembakau dengan antitembakau, ibarat perang Bharata Yudha, sebuah “perang” jangka panjang yang tidak tahu kapan akan berakhir.
“Terbitnya PP 109 masih dalam rangkaian perang itu, dan perlawanan akan terus berlangsung,” jelas Sobary, yang mengaku penikmat kretek tersebut.
Di tempat terpisah, Ketua Umum Gappri (Gabungan Pengusaha dan Pabrik Rokok Indonesia) Ismanu Soimiran, menyebutkan, dalam PP 109 terdapat pasal krusial berkenaan dengan keberadaan kretek, yaitu Pasal 12. Pasal inilah yang menjadikan anggota Gappri, yang umumnya pengusaha kretek menjadi was-was.
Pasal dimaksud antara lain berbunyi, pihak yang memproduksi produk tembakau dilarang menggunakan bahan tambahan, kecuali bila bahan tambahan tersebut secara ilmiah tidak berbahaya bagi kesehatan.
“Meskipun tidak secara terbuka menyebut produk kretek, pasal ini mengarah ke kretek, karena salah satu ciri kretek adalah menggunakan bahan tambahan, yaitu cengkeh dan saus,” imbuh Ismanu.
Pro Kontra PP Tembakau Ibarat Perang Bharata Yudha
KBR68H, Jakarta - Posisi kretek sebagai warisan budaya, kurang lebih sama dengan cerutu Cuba, anggur Perancis atau teh hijau Jepang, karena itu wajib dipertahankan eksistensinya.

NASIONAL
Selasa, 12 Feb 2013 13:25 WIB


PP tembakau
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai