Bagikan:

Penghilangan Paksa Tanggung Jawab Negara

Rezim sekarang tetap bertanggungjawab atas kasus penghilangan paksa, walaupun pelakunya adalah rezim terdahulu. Bila rezim sekarang tidak mampu menemukan siapa pelakunya, itu sama saja mereka turut andil dalam penghilangan paksa.

NASIONAL

Kamis, 07 Feb 2013 15:04 WIB

Author

aris santoso

Penghilangan Paksa Tanggung Jawab Negara

penghilangan paksa, aktivis

Rezim sekarang tetap bertanggungjawab atas kasus penghilangan paksa, walaupun pelakunya adalah rezim terdahulu. Bila rezim sekarang tidak mampu menemukan siapa pelakunya, itu sama saja mereka turut andil dalam penghilangan paksa.

Hal itu disampaikan Wahyu Susilo, adik penyair kerakyatan Wiji Thukul, saat dihubungi PortalKBR. Wiji Tukul sendiri sampai sekarang (sejak 1997) masih belum jelas keberadaannya, sudah meninggal atau masih hidup.

Pernyataan Wahyu tersebut  terkait peluncuran buku Pulangkan Mereka: Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia, yang diterbitkan oleh Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat).  Peluncuran buku telah dilaksanakan kemarin (6/2), di Gedung Perpustakaan Nasional, Salemba, Jakpus.

Menurut Direktur Eksekutif  Elsam Indriaswati Dyah Saptaningrum, maksud penerbitan buku ini adalah bagian dari gerakan melawan lupa, selain itu juga mendorong para korban, agar jangan membisu. “Bila membisu terus, rezim penguasa akan senang, untuk itu bicaralah,” ujar Indriaswati.

Beberapa kasus penghilangan paksa yang dibahas dalam buku ini antara lain: Kasus Tanjung Priok (1984), Kasus PKI di Boyolali (1965), PKI Blitar  Selatan (1965-1968), Kasus Talangsari Lampung (1989), kemudian penghilangan paksa di Aceh, Papua, Timor Leste, dan seterusnya. Menurut editor buku,  M Fauzi, meski buku ini terlihat tebal (hampir 500 halaman), namun masih banyak kasus penghilangan paksa lain yang belum sempat diungkap

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending