KBR, Jakarta- Sebagian masyarakat telanjur bayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% saat membeli barang atau jasa yang tak tergolong mewah.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengaku telah menerima sejumlah laporan dari masyarakat yang kelebihan saat membayar PPN. Saat ini, YLKI masih membuka diri jika ada masyarakat yang akan melapor karena mengalami hal sama.
Menurut Pengurus YLKI, Agus Suyatno, pemerintah berjanji mengembalikan kelebihan pembayaran PPN 12% kepada konsumen. Tetapi, ia yakin hal itu bukan perkara mudah. Kata dia, rencana itu akan terkendala mekanisme dan sifat masyarakat Indonesia yang permisif.
"Sebetulnya nominalnya kecil, tetapi itu akan sangat besar ketika mengumpul. Hal ini perlu diantisipasi. Sebetulnya kalau dikembalikan ke konsumen akan sangat susah dan karakteristik masyarakat Indonesia pemaaf. Tetapi ada mekanisme dengan cara kembali ke konsumen dalam bentuk edukasi konsumen," ujar Agus dalam diskusi di Ruang Publik KBR, Selasa, (7/1/2025).
Kritik YLKI
Agus berharap pemerintah dan perusahaan ritel tidak menyepelekan pengembalian kelebihan pembayaran PPN 12% milik masyarakat. Sebab, ia tidak ingin ini jadi preseden buruk.
"Ini kan menjadi hal yang memudahkan dalam tanda kutip. Jadi, jalan keluar yang sebenarnya baik tetapi tidak bisa itu kemudian menjadi preseden. Gapapa kita lakukan nanti kalau ada protes dari masyarakat kita kembalikan dalam bentuk kegiatan saja, kan enggak bisa begitu," kata Agus.
Agus menyoroti sejak dari awal terkait wacana pemerintah menaikkan PPN 12%. Rencana itu tak didukung sosialisasi yang transparan ke masyarakat. Salah satunya mengenai penjelasan barang mewah yang dikenakan PPN 12%.
Ia menilai, cara komunikasi pemerintah ke masyarakat kurang efektif dan efisien, sehingga seringkali keputusan yang disampaikan menghasilkan polemik di bawah.
Berubah
Sebelumnya, pemerintah bakal menaikkan PPN dari 11 menjadi 12% di awal 2025. Kenaikan itu mengacu ke Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, di pengujung 2024, sikap pemerintah terkesan berubah-ubah soal barang dan jasa yang akan dikenakan PPN 12%.
Semisal Menteri Koordinator bidang Pangan Zulkifli Hasan yang menyatakan, komoditas pangan tidak akan dikenakan kenaikan pajak, termasuk beras premium. Kata dia, PPN 12% hanya berlaku untuk jenis beras khusus.
"Pangan enggak ada, beras enggak ada, beras premium enggak ada. Beras khusus maksudnya bukan premium," kata Zulhas dalam Konferensi Pers, Rabu, (18/12/2024).
Padahal sebelumnya dalam daftar barang dan jasa kategori mewah yang dirilis Kementerian Keuangan, beras premium termasuk yang kena PPN 12%.
Namun, hal itu dibantah Zulkifli Hasan. Ketua umum PAN itu menegaskan, beras jenis medium dan premium tidak akan dikenakan PPN 12 persen.
"Jadi, (beras) premium, medium, enggak ada 12 persen," katanya.
Sikap pemerintah yang berubah-ubah terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di pengujung tahun masih menyisakan persoalan.
Keputusan menerapkan PPN 12% ke barang dan jasa mewah dirilis beberapa jam sebelum sebelum diberlakukan. Antara lain untuk hunian mewah dengan harga jual di atas 50 miliar.
Tetapi, beberapa hari sebelumnya, pasar sudah ancang-ancang mengantisipasi pajak baru, terlihat dari harga-harga barang yang merangkak naik, tak sedikit konsumen yang telanjur membayar PPN 12 persen.
Sementara itu, pemerintah menjanjikan bakal mengembalikan kelebihan pembayaran PPN 12%.
Baca juga: