KBR, Jakarta- Menteri Agraria dan Tata Ruang /Kepala BPN (ATR/BPN) Nusron Wahid membenarkan bahwa pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang di perairan Tangerang, Banten punya sertifikat hak guna bangunan (SHGB).
Nusron mengatakan jumlah sertifikat hak guna bangunan itu mencapai 263 bidang yang dimiliki oleh beberapa perusahaan yakni atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang dan atas nama PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang, sedangkan perseorangan sebanyak 9 bidang.
“Jadi berita-berita yang muncul di media maupun di sosmed tentang adanya sertifikat tersebut setelah kami cek benar adanya, lokasinya pun benar adanya sesuai dengan aplikasi Bhumi yaitu ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang jumlahnya 263 bidang dalam bentuk SHGB,” jelasnya kepada wartawan saat konferensi pers, di kantornya, Senin (20/1/2024).
Selain berbentuk SHGB, juga ditemukan serifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut itu. “Kemudian ada juga SHM atas 17 bidang,” ujarnya.
Nusron meminta maaf atas kegaduhan pagar laut.
"Kami atas nama Menteri ATR/BPN mohon maaf atas kegaduhan yang terjadi kepada publik, dan kami akan tuntaskan masalah ini seterang-terangnya, setransparannya, tidak ada yang kami tutupi," ujar Nusron.
Baca juga:
- Pengamat Soal Kasus Pagar Laut: Tidak Cukup Dibongkar, Segera Investigasi dan Seret ke Ranah Hukum
- Pemerintah Bongkar Pagar Laut di Tangerang, KIARA: Usut Pelaku Pemagaran!
Terkait adanya kepemilikan sertifikat itu, Nusron memutus Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Dirjen SPPR) untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) mengenai masalah garis pantai yang ada di kawasan Desa Kohod tersebut,
“Apakah sertifikat bidang tersebut berada di dalam garis pantai atau di luar garis pantai karena kita harus cek dan kita pastikan karena setelah kami cek dokumennya di dalam proses pengajuan sertifikat tersebut terdapat yang terbit tahun 1982,” jelasnya.
Pihaknya pun meminta besok sudah ada hasil terkait dengan pengecekan garis pantai tersebut. Ketika sudah ada data geospasial terkait garis pantai itu maka jelas mana yang berada di dalam dan luar garis pantai.
“Manakala nanti hasil koordinasi dengan BIG terdapat SHGB maupun SHM yang terbukti memang benar-benar di luar garis pantai artinya ya memang itu bukan (wilayah) hak pengelolaan (HPL) memang wilayah laut, kemudian di SHGB-kan, disertifikatkan maka tentu kami akan evaluasi dan tentu akan kami tinjau ulang dan kami masih punya kewenangan itu karena sertifikat ini terbit tahun 2023,” ujarnya.
“Berdasarkan PP kalau selama sertifikatnya itu belum usia lima tahun dan ternyata dalam perjalanan terbukti secara faktual ada cacat material, ada cacat prodesural, ada cacat hukum maka dapat kami batalkan dan dapat kami tinjau ulang tanpa harus proses perintah pengadilan tapi kalau sudah usia lima tahun maka harus perintah pengadilan,” imbuhnya.