KBR, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang kecewa dengan sikap Kepolisian Daerah Sumatera Barat yang berencana menghentikan penyelidikan perkara kasus penyiksaan remaja berinisial AM. AM tewas diduga disiksa anggota polisi.
Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan timnya yang juga menjadi kuasa hukum keluarga AM mendapat informasi itu tiba-tiba menjelang tahun baru 2025. Padahal, sebelumnya tim kuasa hukum dan keluarga korban sempat diundang untuk menghadiri gelar perkara kasus AM.
"Padahal saat itu ketika gelar perkara dilakukan, dihadiri oleh direskrimum, tetapi tiba-tiba Polda Sumbar belum selesai gelar perkara sudah mengatakan akan menghentikan kasus itu. Respons kami adalah dari awal kami sudah menduga kasus ini akan dibonsai seperti itu, akan dihentikan penyelidikannya. Karena itu terlihat sekali dari awal kasus, sudah dibangun framing, dan kemudian semua pembuktian diarahkan kepada framing tersebut," kata Indira Suryani dalam keterangan yang diterima KBR, Jumat (3/1/2025).
Minta Dokumen Dibuka
Indira sekaligus kuasa hukum keluarga korban mengatakan akan tetap berjuang mencari keadilan agar kasus itu diungkap dan pelakunya dihukum.
Salah satu upayanya adalah meminta semua dokumen penyelidikan kasus AM dari polisi. Indira mengatakan, mereka sedang melakukan permohonan keterbukaan informasi polisi melalui Komisi Informasi Daerah Sumatera Barat.
"Sudah saatnya ketika kasus ini dihentikan, semua dokumen itu harus diberikan kepada kami, untuk kami pelajari, untuk kami telaah satu per satu. Kemudian kami melakukan upaya hukum lanjutan. Kami sadar bahwa tidak mudah bagi kepolisian untuk menghukum anggotanya sendiri yang melakukan kejahatan penyiksaan," kata Indira Suryani.
Baca juga:
- Penanganan Kasus AM, Komisi III DPR: Polisi Jangan Rekayasa
- Mengapa Kekerasan oleh Aparat Sulit Dihentikan?
Seorang pelajar berinisial AM berusia 13 tahun tewas pada Juni tahun lalu. Polisi menyebut AM tewas karena melompat ke sungai saat ada tawuran. Namun, keluarga menduga AM tewas karena disiksa polisi.
Belakangan, Kapolda Sumatera Barat Suharyono mengatakan polisi akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan alias SP2.
Suharyono yang saat itu menjabat kapolda Sumbar mengatakan kasus ini dapat kembali dibuka jika ada bukti-bukti baru. Suharyono yang memasuki masa usia pensiun kini diganti Gatot Tri Suryanta.
Polda Sumbar mengeklaim tetap memberikan sanksi terhadap 18 anggotanya yang melanggar kode etik saat pembubaran tawuran di Jembatan Kuranji, Kota Padang, Juni 2024.