KBR, Jakarta- Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengungkapkan penyebab angka putus sekolah masih tinggi di tanah air.
Kata dia, ada sejumlah hal yang jadi penyebab, dua di antaranya faktor ekonomi dan masih kentalnya tradisi di suatu daerah. Contohnya seperti masyarakat lebih tertarik bekerja dibandingkan menuntut ilmu, apalagi masyarakat yang dekat lokasi pertambangan timah.
"Karena memang ini menyangkut tradisi masyarakat yang tidak hanya di sini sebenarnya masalah seperti ini. Sebagian dari kendala masih tingginya angka putus sekolah itu karena budaya dan pandangan masyarakat yang belum sepenuhnya meyakini bahwa sekolah dan belajar itu adalah sarana penting untuk mereka meraih masa depan," ujar Abdul Mu'ti usai diskusi dengan para guru se-Kepulauan Babel di Pangkalpinang, Minggu, (19/1/2025).
Baca juga:
Abdul Mu'ti menambahkan, Kemendikdasmen telah menyiapkan dua strategi menurunkan angka putus sekolah, yakni menghidupkan kembali pendidikan nonformal, serta pembangunan rumah belajar kolaborasi swadaya dari masyarakat serta pemerintah.
Selain itu, Abdul Mu'ti juga menyoroti permasalahan distribusi guru yang tidak merata di beberapa daerah, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar alias 3T.
“Masalah kita ini bukan jumlah guru, tetapi distribusi guru ke daerah-daerah terpencil yang belum merata," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun ajaran 2020/2021 jumlah anak putus sekolah 83,7 ribu siswa di seluruh jenjang pendidikan.
Sedangkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk periode 2022-2023, jumlah siswa putus sekolah di Indonesia mencapai 76.834.