Bagikan:

Pemberian Bansos Meningkat Jelang Pemilu, Makin Rawan Politisasi

Pada 2023 dana bansos mencapai 443 triliun, sedangkan di 2024 naik menjadi 496 triliun. Sejumlah kalangan khawatir bansos dipolitisasi untuk kepentingan elektoral.

NASIONAL

Selasa, 16 Jan 2024 19:52 WIB

Pemberian Bansos Meningkat Jelang Pemilu, Makin Rawan Politisasi

Warga antre mengambil bantuan langsung tunai BLT saat penyaluran bansos di Medan, Sumatera Utara, Minggu (3/12/2023). (Foto: ANTARA/Yudi)

KBR, Jakarta - Sebulan terakhir, Presiden Joko Widodo kerap berkegiatan di luar daerah, dan membagikan bantuan sosial ke masyarakat. Kunjungan kerja antara lain ke Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Pada Sidang Kabinet Paripurna, pekan lalu, Jokowi juga mengingatkan para menteri untuk meneruskan program bansos. Ia memerintahkan program bansos terus dipantau agar tepat sasaran.

"Baik yang berupa bantuan Bansos pangan, baik yang berupa bantuan PKH baik yang berupa BLT semuanya harus dipastikan tepat sasaran," kata Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna terkait Peningkatan Kinerja Aparatur Sipil Negara Melalui Keterpaduan Layanan Digital Pemerintah di Istana Negara, Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Hasil kajian Indonesia Indonesia Budget Center (IBC) menunjukkan, anggaran bansos menjelang pemilu meningkat 12 persen atau 53 triliun rupiah. Pada 2023 dana bansos mencapai 443 triliun, sedangkan di 2024 naik menjadi 496 triliun. Sejumlah kalangan khawatir bansos dipolitisasi untuk kepentingan elektoral.

Belakangan, sejumlah menteri yang juga petinggi partai politik pendukung calon presiden Prabowo Subianto ikut-ikutan bicara soal bansos. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto misalnya. Saat membagikan bansos di NTB, beberapa hari lalu, Ketua Umum Partai Golkar itu meminta para penerima bansos berterima kasih kepada Jokowi.

Ada juga Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang mengajak masyarakat Lombok NTB memilih Prabowo-Gibran jika ingin Bantuan Langsung Tunai atau BLT dan Bansos berlanjut. Zulkifli merupakan ketua umum PAN, partai pendukung Prabowo.

Namun, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko berulang kali mengeklaim tidak ada kepentingan politisasi dalam penyaluran bansos. Ia juga membantah bansos itu dikaitkan dengan pencalonan anak sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming yang saat ini menjadi calon wakil presiden.

"Jadi apakah itu konteksnya Pemilu, nggak ada berbicara itu, sama sekali nggak pernah terucap dari presiden, nggak ada. Tapi bahwasanya dengan kondisi sekarang ini ya, di mana ada sedikit kenaikan harga, presiden hadir punya tanggung jawab sebagai presiden, untuk membantu dan itu bagian dari konstitusi ,semua presiden yang lalu juga melakukan itu," kata Moeldoko dalam keterangan di Istana Negara, Senin (15/1/2024).

Moeldoko meminta agar publik melihat sisi positif dari kunjungan kerja presiden ke berbagai daerah. Ia menilai, masyarakat juga merasakan dampak positif dari kunjungan kerja kepala negara ke berbagai daerah. Bahkan, kata dia, kehadiran Jokowi ke berbagai daerah juga sudah ditunggu-tunggu masyarakat.

Baca juga:

Namun, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menemukan ada indikasi bansos dipolitisasi. Sekretaris Jenderal KPI Mikewati Vera Tangka mengatakan ada warga yang diintimidasi untuk memilih calon tertentu pada pemilu 2024 jika ingin mendapat bansos.

"Bansos juga dijadikan ancaman kalau tidak memilih paslon tertentu, capres tertentu maka bansos akan dihentikan. Ini yang menurut saya juga sangat memalukan ya, untuk ukuran demokrasi kita ya. Untuk ukuran kampanye kita. Bansos ini nggak ada hubungannya dengan pemilu. Bansos ini adalah program pemerintah, program yang itu dimandatkan oleh undang-undang. Siapapun presidennya, bansos harus tetap jalan," ujar Vera, dalam konferensi pers, Minggu (7/1/2024).

Mikewati Vera Tangka turut menyarankan agar penyaluran bansos ditunda. Bansos biasanya baru disalurkan sekitar April-Mei atau mendekati tahun ajaran baru sekolah. Namun, kini sudah mulai diberikan di awal tahun.

Namun, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Puadi, kurang sepakat dengan penundaan penyaluran bansos. Sebab, bansos diperlukan masyarakat sebagai perlindungan sosial, asal diberikan sesuai aturan.

Sementara itu, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebut politisasi bansos menjelang pemilu bukan barang baru dan sudah kerap terjadi.

Manajer Riset Sekretariat Nasional FITRA, Badiul Hadi mendorong Bawaslu mengawasi ketat pemberian bansos, agar tidak dipolitisasi.

"Bawaslu harus proaktif juga ya menjemput bola, terkait dengan proses ini. Karena ini sudah menjadi rahasia umum, rahasia publik bahwa ada upaya-upaya politisasi bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah. Dan Bawaslu saya kira juga banyak tahu dan menjadi penting Bawaslu tidak hanya menunggu laporan dari masyarakat tetapi, Bawaslu juga aktif menjemput bola melakukan pengawasan secara langsung terhadap proses distribusi ini," ujar Badiul Hadi kepada KBR, Senin, (8/1/2023).

Badiul Hadi juga mendorong Bawaslu lebih proaktif dan melakukan langkah konkret agar politisasi bansos tidak terus berulang. Ia menduga Bawaslu pasti menemukan persoalan politisasi bansos setiap tahun.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending