KBR, Jakarta- Anggota Komisi Keamanan DPR RI, Fayakhun Andriadi diduga menerima suap sebesar 900.000 dolar AS atau setara Rp 12 miliar dalam proyek pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI. Jaksa KPK, Kiki Ahmad Yani membuktikan itu dari percakapan melalui Whatsapp antara terdakwa dalam perkara yang sama Muhammad Adami Okta dengan atasannya Fahmi Darmawansyah yang sudah divonis sebelumnya.
Kata dia, uang suap itu sebagai imbalan karena Politikus Partai Golkar itu sebelumnya ikut mengatur pembahasan anggaran Bakamla di Komisi I DPR.
"Terkait transfer itu saya bacakan BAP saksi nomer 119. Apakah benar uang fee sebesar 40 persen yang diminta Fayakhun sudah diberikan oleh Fahmi Darmawangsa? Dijawab sudah dengan rincian pemberiannya secara bertahap," ujarnya didalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/01).
Kata dia, Muhammad Adami Okta memberikan uang itu pada saat proses penganggaran proyek itu berlangsung. Pasalnya sebelumnya anggaran sempat terkendala karena diberi tanda bintang.
Selain itu, suap diperjelas dengan percakapan antara Fayakhun dengan Erwin Arief, vendor penyedia alat satelit monitoring yang bekerja sama dengan Fahmi Darmawansyah. Menurut dia, saat proses itu, Fayakhun sempat meminta nomor telepon Fahmi Darmawansyah sebagai pemenang proyek.
"Jadi Fayakhun itu mau pembahasan anggaran, dia minta nomor telepon Fahmi tidak bisa nyambung jadi minta ke Erwin Arif, lewat Erwin Arif. Erwin sama Fahmi kan akrab perusahaan sama produsennya, karena dia punya pengganggaran itu, walaupun yang ikut perusahaan Fahmi," ucapnya.
Sebelumnya, Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan terpidana 1,5 tahun penjara dalam kasus ini Muhammad Adami Okta. Adami merupakan pegawai PT Melati Technofo Indonesia, peserta lelang pengadaan satelit monitoring di Bakamla.
Saat ini Fayakhun masih berstatus sebagai saksi, namun dia sudah dicegah untuk tidak bepergian ke luar negeri oleh KPK.
Editor: Rony Sitanggang